Rabu, 20 Agustus 2014

Segenggam Kacang Dava untuk Kania : IV

Dengan rasa tidak enak akhirnya Mama Dava bertanya. Ternyata alasan mengapa tidak ada foto sang Papa di ruang tamu adalah karena Mama Kania tidak ingin orang-orang yang datang ke rumahnya menanyakan tentang Papa Kania. Ia tidak ingin tiba-tiba kembali merasa sedih jika teringat suaminya itu. Seperti luka lama yang telah kering lalu terbuka lagi hanya karena rasa penasaran mereka terhadap kematian suaminya. Suasana berubah sunyi. Mama Dava mencoba menghibur sahabatnya itu.

Dari luar terdengar suara klakson mobil di depan rumah Dava. Dengan cepat Mama Dava keluar dan diikuti oleh Mama Kania. Sosok gadis yang mengenakan baju pink polos dan rok bunga-bunga turun dari mobilnya. Dengan penuh harapan Ratu mendekati Mama Dava yang sekarang sedang berdiri di dekat pagar rumah Kania.

"Selamat siang, Tante." sapa Ratu.
"Siang. Kamu cari Dava?" tanya Mama Dava.
"Iya, Tan. Mau ngajak Dava jalan-jalan. Davanya ada?"
"Sayang sekali. Dava dari tadi pagi udah pergi sama Kania."
"Kania?"
"Kania itu sahabat Dava dari kecil. Ini Mamanya Kania."
"Oh, siang, Tante. Saya Ratu." Ratu memperkenalkan diri.
"Mamanya Kania." ucap Mama Kania ramah.

Setelah itu Ratu pamit pulang. Di dalam mobilnya merasa khawatir. Dia takut jika Dava memiliki hubungan khusus dengan Kania. Tetapi ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. 'Tenang Ratu. Mereka cuma sahabat. Ga lebih.' gumam Ratu. Namun tetap saja pikiran aneh muncul di otaknya.

Ratu berhenti di sebuah restoran cepat saji. Ia mengantri sebentar di kasir, memilih makanannya dan duduk di meja nomor 10. Saat hendak mencuci tangan di wastafel, matanya tertuju pada 2 orang yang sedang bercanda di meja yang terletak tidak jauh dari mejanya tadi.

"Dava!" seru Ratu ketika tiba di meja nomor 15.
"Ratu?"
"Aku tadi ke rumah kamu, tapi kata Tante kamu pergi. Padahal aku mau ngajak kamu jalan-jalan, seperti kemarin." ujar ratu sambil melirik Kania.
"Oh iya, kenalin ini Kania. Kania ini Ratu, anaknya temen Papa." Dava mengalihkan perhatian.
"Kania."
"Ratu."
"Kami duluan ya. Takut kesorean. Kasian Kania udah capek. Sampai jumpa"

Kania dan Dava keluar dari restoran. Ratu hanya terdiam di dalamnya. Kania menoleh ke arah ratu yang sedang memperhatikan mereka. Kania pun tersenyum begitupun dengan Ratu. Kania merasa ada yang tidak beres. Dava memberikan helm kepada Kania. Di tengah perjalanan Kania mendekatkan kepalanya dengan telinga Dava yang tertutup helm.

"Eh, alis tebal. Ratu itu siapa sih? Kok dia ramah sama lu, tapi lu-nya malah kaya dingin gitu sama dia? Jangan-jangan..."
"Jangan-jangan apa? Dia itu cuma anaknya temen Papa. Aku aja baru kenal sama dia 2 bulan yang lalu." potong Dava.
"Oh..."
"Kenapa? Lu cemburu ya? Hahaha" terka Dava.
"Idih! Apaan sih lu? Enak aja!" jerit Kania.
"Kita ke taman dulu ya." ajak Dava.
"Loh? Bukannya lu tadi bilang mau langsung pulang?"
"Kan tadi ada Ratu, makanya gue langsung ajak lu pulang. Males banget deh kalo ada dia. Mau kan?"
"Ayo!" Kania meng-iya-kan.

Di taman Dava dan Kania melihat ada seorang penjual layangan. Dava membeli sebuah layangan besar berwarna hitam putih seperti papan catur. Lalu mereka menerbangkan layangan itu. Kania dan Dava tertawa lepas.

"Hebat juga si alis tebal. Gue kira lu ga bisa main layangan." ejek Kania.
"Dasar! Ujung-ujungnya ngatain." sahut Dava sambil mencolek pipi kiri Kania.
"Ih tangan lu! Ntar pipi gue kotor!"

Tahu Kania akan segera marah dan memukul dirinya, Dava segera memberikan layangan itu kepada seorang anak kecil dan berlari menghindari amukan Kania. Kania mengejar Dava sambil mengeluarkan sumpah serapahnya. Dava berlari dan menjulurkan lidahnya pada Kania yang tertinggal jauh di belakangnya.

Karena kelelahan berlari, Dava pun berhenti. kania menyusul dan Dava menerima pukulan pelan Kania di bahunya. Tiba-tiba kaki kanan Kania tersandung batu kecil.

"Aduh!" rintih Kania.
"Kenapa? Kaki lu terkilir?"
"Kayanya. Sakit, Dav."
"Lu sih, ngapain jalan-jalan pake wedges." omel Dava.

Dava memegang tangan Kania dan menggiringnya duduk di pinggir danau. Dengan panik Dava melepaskan sepatu Kania lalu mengurut kakinya.

"Gimana?"
"Udah mendingan. Makasih ya."
"Lu seneng banget sih bikin gue khawatir." ceplos Dava.
"Ha? Lu khawatir sama gue?"
"Yaa, maksud gue kalo ada apa-apa sama lu, Mama lu pasti sedih dan Mama gue bakalan marahin gue. Makanya gue khawatir."
"Oooh"

Dava berdiri. Ia memberi tangannya yang langsung disambut Kania. Mereka berjalan dengan pelan. Dava merangkul Kania untuk membantunya berjalan.
******

Pukul 5 sore di rumah Kania...

"Kania?" seru Mama Kania kaget melihat kondisi anaknya itu.
Kania hanya tersenyum kecil.
"Sayang, kamu kenapa?"
"Maaf, Tante. Kaki kanan kania terkilir waktu kami main di taman tadi." sesal Dava.
"Ya ampun. Kok bisa sih? Ya udah ayo masuk."
"Dava pamit pulang, Tante. Sekali lagi maafin Dava."
"Iya, ga papa, Dava. Ayo Kania." ucap Mama Kania.

Di rumah Dava...

"Dava." panggil Papa Dava.
"Ada apa, Pa?"
"Dari mana aja kamu? Kok baru pulang? Tadi Papa ketemu Ratu, katanya dia mau ngajak kamu jalan-jalan. Dia bilang kalian udah janjian, tapi kamu ga ada di rumah. Kenapa Ratu ditinggalin, kan kasian dia, Dava."
"Pa, tadi dava pergi bareng Kania. Kok Papa ngomong gitu sih? Bukannya Papa dan Mama jodohin Dava sama Kania? Tapi kenapa Papa malah deketin Dava sama Ratu?" tanya Dava bingung.
"Bukan gitu. Papa ga enak sama Papanya Ratu. Bentar dulu. Jangan-jangan kamu sama Kania..."
"Ga kok, Pa!" potong Dava.
"Udah ngaku aja. Papa dan Mama setuju kok. Ternyata rencana Papa, Mama, dan Mamanya Kania berhasil!"
"Udah ah, Dava mau ke kamar." Dava berlari kecil ke kamarnya.

Dava duduk di tempat tidurnya. Kemudian teringat pada kata-kata Papanya barusan. Ia tersenyum. Apakah mungkin Dava mulai suka pada Kania? Kalau iya, bagaimana dengan Kania? Apakah dia juga merasakan hal yang sama terhadap Dava? Jantung Dava mulai berdegup kencang. Ia merasa aneh.

Dava berdiri, lalu duduk kembali. Dia bingung harus melakukan apa. Dia belum mengetahui secara pasti tentang perasaannya pada Kania. Apakah ini cinta atau bukan? Lalu ia mengambil bingkai foto yang ada di dalam lemari kacanya. Ia memandangi foto itu. Foto dirinya bersama Kania ketika mereka di pantai.

To Be Continued . . .


Umi Yanti
20 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar