Jumat, 08 Agustus 2014

Segenggam Kacang Dava untuk Kania : III

Hari mulai gelap. Lampu jalan telah hidup dan jalanan semakin ramai. Supir membelokkan mobil ke kiri untuk mengisi bahan bakar di SPBU. Dava memutuskan untuk keluar dari mobil dan berlari menuju toilet. Setelah keluar dari toilet ia tidak sengaja menabrak seseorang.

"Aw!"
"Ma, maaf." ujar Dava.

Wanita berpenampilan feminim yang ditabrak Dava itu hanya terdiam setelah melihat wajah Dava. Ia kemudian tersenyum. Dava tidak membalas senyum itu dan segera berlari menuju mobil. Mobil pun meluncur meninggalkan SPBU.
******

Keesokan harinya...

"Kania, Kania"
"Iya, iya. Tunggu."
"Yaelah, lama banget si lu? Kita ini mau jogging, gue  rasa lu ga usah dandan."
"Siapa juga yang dandan? Ga liat muka gue bahkan ga pake bedak. Gimana sih lu?"
"Eh? Iya juga ya. Gue kira lu dandan, abisnya tuh muka putih amat!"
"Apaan sih? Kan emang dari sananya muka gue putih, ga kaya lu item!"
"Idih nih bocah!" Dava pun mencubit hidung Kania.

Kania yang tidak terima dengan perlakuan Dava pun mengejarnya. Dava berlari sambil tertawa. Setibanya di taman mereka langsung istirahat karena kelelahan setelah berkejaran. Dava mengelap keringat di kening Kania. Kania memukul tangan Dava.

"Aduh! Kok dipukul?" rintih Dava.
"Lu ngapain pegang-pegang jidat gue?"
"Eh, gak usah GR! Jidat lu banyak banget keringatnya, gue risih tau liatnya!"
"Ngapain juga lu liatin jidat gue?" tanya Kania tak mau kalah.
"Haaah.Yaudah deh, maaf. Gue mau nanya nih."
"Apaan?"
"Lu itu kenapa sih ga mau panggil gue Abang atau Kakak atau apa kek? Gue kan lebih tua 2 tahun dari lu.."
"Hahaha, kirain mau nanya apa!"
"Kok malah ketawa? Jawab aja deh!"
"Hahaha. Ngapain gue panggil lu Abang atau Kakak? Emangnya lu siapa gue? Sejak pertama kali kita ketemu lu udah jailin gue, bikin gue nangis, bahkan lu ga mau nolongin gue..." Kania mengingat masa lalunya.
"Ya ampun, masih diinget juga. Gue minta maaf kali. Namanya juga masih anak-anak. Maafin dong." kata Dava sambil mengedipkan mata kirinya.
"Genit lu ah!"

Mereka pun mulai saling meledek. Setelah puas berolahraga mereka memilih untuk pulang. Sesampainya di rumah Dava melihat ada mobil hitam yang terparkir di halaman rumahnya. Dengan sopan Dava masuk ke dalam rumahnya. Di sana ada sosok pria berusia sekitar 45 tahun bersama seorang gadis yang sedang asik mengobrol dengan orangtua Dava.

"Dava. Sini sayang. Kenalan dulu dengan teman Papa dan anaknya." ucap Papa Dava.

Dava pun menghampiri mereka.

"Dava, Om." Dava menjabat tangan pria itu.
"Dava." ucap Dava pada gadis berambut keriting itu.
"Ratu. Eh, bentar deh. Kayanya kita pernah ketemu. Di mana yaa... Oh di SPBU!" ucap gadis itu riang.
"Oh, iya.." balas Dava datar.
"Oh, jadi kalian sudah pernah ketemu? Kebetulan sekali." sambung Papa Dava.

Papa Dava menyuruh mereka untuk mengobrol di halaman belakang. Mama Dava hanya tersenyum tipis. Dava dan Ratu menghilang di balik tembok. orangtua mereka melanjutkan obrolannya yang sempat tertunda.

Dava mempersilahkan Ratu duduk di kursi berwarna putih yang berada tepat di depan kolam berenang. Ratu duduk dengan senyum manis. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Dava.

"Orang bilang kita bisa kebetulan bertemu dengan seseorang. Tapi, menurutku tidak ada yang namanya pertemuan secara kebetulan. Kita bertemu dengan seseorang pasti untuk sebuah alasan. Meski saat ini kita tidak tahu alasannya, suatu saat nanti kita akan tahu." ratu memulai.
"Ya." jawab Dava singkat.
"Maaf ya, gue mau ganti baju dulu. Gerah banget. Lu bisa balik ke depan." lanjut Dava.
"O oke."

Ratu berjalan dengan kecewa. Untuk pertama kalinya dia merasa diabaikan. Beberapa menit kemudian Ratu dan Papanya pamit pulang. Setelah Papa Ratu berjabat tangan dengan orangtua Dava, Ratu pun mencium tangan mereka dengan tersenyum manis. Ratu dan Papanya pergi meninggalkan rumah Dava.

"Dava" panggil Mama.
"Iya, Ma." Dava langsung keluar kamar.
"Kamu tadi ngobrol apa aja sama Ratu?" tanya Mama.
"Ga ngobrol apa-apa kok. Orang Dava tadi ganti baju terus baru sekarang keluar."
"Hem, kamu kayanya ga suka ya sama dia?"
"Apaan sih, Ma? Dava kaya diinterogasi deh." protes Dava.
"Udah jawab aja."
"Ya namanya juga baru kenal. Tapi Dava tadi sedikit jengkel aja sama dia. Sok dekat gitu sama Dava. Waktu di belakang tadi dia juga ngomong aneh."
"Apapun itu kamu harus inget, Mama dan Papa sudah jodohin kamu sama Kania. Tapi meskipun begitu bukan berarti kamu harus menghindar dari Ratu, karena bagaimanapun dia adalah anak tunggalnya teman sekaligus rekan bisnis Papa. Oke sayang?"
"Iya, Ma. Dava mau istirahat dulu ya, Ma. Capek banget abis jogging tadi."

Di rumah Kania...

Kania sedang duduk di kursi empuk berwarna pink di dekat jendela. Ia masih mengenakan kaos biru dan celana selutut yang ia kenakan ketika jogging bersama Dava tadi. Kania mulai melamun. Ia berpikir kenapa Dava sangat menyebalkan dan selalu membuatnya marah tapi terkadang Dava juga membuatnya tersenyum dan merasa nyaman.
******

2 bulan berlalu.

Saat ini Mama Dava sedang berkunjung ke rumah Kania. Di sana hanya ada sang Mama karena Kania sedang pergi bersama Dava. Mereka mencari buku untuk keperluan kuliah Kania.

Saat tengah asik mengobrol, tiba-tiba Mama Dava menyadari sesuatu. Setelah bertahun-tahun menjadi tetangga, mengapa baru sekarang ia menyadarinya? Di dinding ruang tamu itu tampak berbeda dengan rumah-rumah orang lain pada umumnya. Di sana tidak terdapat foto keluarga Kania. Yang ada hanyalah foto-foto Kania saat masih kecil hingga sekarang yang terletak di atas meja dan beberapa foto Mamanya, tanpa satu pun foto sang Papa.

To Be Continued . . .

Umi Yanti
8 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar