Selasa, 30 September 2014

2014 Tahun Produktif

Setelah bercerita tentang kehidupan kampus di postingan sebelumnya, hari ini aku mau berbagi kesibukan di tahun ini, masih seputar dunia perkuliahan.

Di kampus aku bergabung di organisasi yang kami sebut sebagai badan otonom (BO). BO yang aku ikuti adalah INTEL (Ilkom's Community of English Lovers). Kami melakukan pertemuan setiap hari Sabtu di kampus Ilkom Bukit (Palembang). Anggota INTEL ada kakak tingkat (2011 dan 2012) sesama Fasilkom yaitu jurusan Sistem Informasi, Teknik Informatika dan tentunya Sistem Komputer.

Karena INTEL aku bisa mengikuti Indonesia Scrabble Challenge 2014. ISC adalah turnamen scrabble tingkat nasional yang diadakan oleh Indonesian Scrabble Federation pada 24 - 26 Mei di Palembang. Pesertanya selain dari Sumatera Selatan, juga berasal dari Lampung dan Jakarta.

On tournament

ISC 2014

Tahun akademik baru dimulai pada Agustus 2014 dan aku dipercayakan untuk menjadi panitia acara PK2 Fasilkom Unsri 2014. PK2 (Program Pengenalan Kampus) ini dilakukan setelah mahasiswa dinyatakan sah menjadi mahasiswa Unsri dan berlangsung selama 3 hari. Hari pertama seluruh mahasiswa baru (maba) Unsri mengikuti pembukaan di auditorium. Sedangkan, hari ke-2 dan ke-3 maba ke fakultas masing-masing. Aku bertugas sebagai kakak asuh di kelompok 3 : Opera. Sebagai kakak asuh aku dan partner bertanggung jawab terhadap semua adik asuh di kelompok Opera. Kami berangkat ke lokasi PK2 bersama-sama menggunakan bis yang sudah disiapkan (sekitar jam 6 pagi) karena PK2 berlangung di kampus Layo. By the way, karena aku antusias menjadi panitia PK2 ini dan kebetulan ada bahan, aku membuat sendiri papan nama kelompok hehehe 😄

Papan nama kelompok
Kelompok 3 Opera

Read the rest ^,^

Minggu, 28 September 2014

Segenggam Kacang Dava untuk Kania : X

Cahaya senja masuk dengan leluasa ke dalam kamar Dava melalui jendela-jendela bening nan besar. Dava mengambil handphone dari saku celananya. Lalu mengirimkan pesan kepada gadis yang selalu hadir di pikirannya.

To : Cewek Kacang
“Kalo lo udah pulang, cepetan ke balkon kamar lo, gue tunggu. Sekarang.”

Selesai mengirimkan pesan singkat itu Dava segera berjalan ke arah balkon kamarnya. Ia berdiri di pinggir balkon itu yang dibatasi oleh pagar hitam setinggi perutnya.

“Itulah mengapa Mama batalin perjodohan Dava dan Kania. Mama ga mau mereka akan terluka lebih dalam.”

Mama Dava telah menceritakan semuanya kepada suami yang telah ia kenal lebih dari 20 tahun itu. Air mata menetes di pipinya. Tidak mudah untuk mengingat masa lalu yang menyakitkan itu. Sebagai seorang Ibu, Mama Dava hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk anaknya.

“Harusnya dari dulu Mama cerita. Sebagai suami-istri kita seharusnya berbagi, Papa ga tega lihat Mama menanggung kesedihan ini sendirian. Mama harus ingat, Papa akan selalu ada buat Mama. Tapi, menurut Papa sebaiknya kita cari tahu semuanya biar lebih jelas.” Kata Papa Dava sambil menenangkan istrinya itu.
“Maafin Mama, Pa. Tapi kayanya kita ga usah ngelakuin apa pun. Semuanya terlalu aneh jika dianggap suatu kebetulan. Sekarang Mama cuma ingin mereka bahagia.”

Papa Dava meraih tubuh Mama Dava. Memeluknya erat.
“Meskipun Papa adalah Papa tirinya Dava, tapi Papa sangat sayang sama Dava. Dava sudah menjadi separuh hidup Papa dan kebahagiaan Dava adalah yang utama bagi Papa.” ucap Papa Dava yang membuat tangis istrinya itu pecah.

Butiran bening itu jatuh dan membasahi kemeja Papa Dava. Kenyamananlah yang Mama Dava rasakan dalam pelukan hangat suaminya itu. Papa Dava melepaskan pelukannya. Ia menatap dalam mata istrinya. Dihapusnya air mata yang telah membuat mata istrinya itu sembab. Lalu kecupan sayang ia luncurkan ke kening wanita berparas ayu itu.

10 menit telah Dava habiskan untuk menanti Kania. Akhirnya gadis bermata cokelat itu muncul dari balik pintu. Ia berdiri di pinggir balkon sama halnya dengan Dava. Senyuman manis pun ia berikan pada lelaki yang ia cintai itu. Dava menelepon Kania melalui handphone yang ia genggam sedari tadi. Dengan cepat Kania mengangkat telepon itu. Dava memulai.

“Halo Kania. Dari mana lo?”
“Dari rumah Lily. Ngapain lo nyuruh gue ke balkon? Pake acara telpon-telponan pula kan kita bisa ngomong langsung. Dasar aneh!” cerocos Kania.
“Aduh, satu-satu napa? Lo itu ya! Eh, gue mau ngomong nih.”
“Ya ngomong aja. Kayanya serius banget.” Dava menarik napas panjang.
“Gue pernah liat iklan di tivi, katanya minyak dan air itu ga bisa bersatu. Lo tau kenapa? Karena mereka berbeda. Tapi meski berbeda, mereka masih bisa berdampingan. Gue harap kita bisa seperti minyak dan air. Kita sama-sama tau kan, saat ini keadaan memaksa kita untuk ga bisa bersatu.”
“Gue ga mau seperti minyak dan air. Karena selamanya minyak dan air ga akan pernah bisa bersatu.” Mata Kania mulai berkaca-kaca menatap Dava dari kejauhan.
“Yaudah kalo gitu kita jangan seperti mereka. Kita cari cara supaya bisa sama-sama. Tapi sebenernya ada hal yang jauh lebih penting yang mau gue kasih tau sama lo.”
“Apaan?”
“Tadi Mama nyuruh gue tunangan sama Ratu. Gue ga tau ada angin apa tiba-tiba Mama ngomong itu ke gue.” ungkap Dava.
“Tunangan sama Ratu? “ tanya Kania terkejut.
“Iya...”
“Kenapa jadi kaya gini sih, Dav? Gue ga ngerti sama Tante. Kenapa Tante ngelakuin ini semua? Kasih tau gue, apa yang harus gue lakuin, Dava.”
“Kania, dalam hidup ini Tuhan adalah sutradara dan kita adalah pemainnya. Jadi kita jalani aja skenario yang udah Tuhan kasih untuk kita. Percaya deh, kita pasti akan bahagia karena kita memang pantas bahagia.”
“Tapi kapan?” suara Kania melemah.
“Gue ga tau kapan. Tapi yang jelas hingga sekarang gue masih sayang sama lo, sayang banget.” ucap Dava memberikan penekanan pada kata sayang.
“Gue juga sayang banget sama lo, Dava.”
******

Dava telah berpakaian rapih dengan kemeja lengan pendek berwarna biru muda dan celana jins kesayangannya. Ia mengambil ransel yang berada di kursi lalu berjalan keluar kamarnya.

“Dava, sarapan dulu sayang.” teriak Mamanya usai Dava menuruni tangga.
“Ga usah, ma. Dava sarapan di kampus aja.” jawab Dava dingin.

Papa Dava yang sedang makan nasi goreng di meja makan menoleh pada istrinya yang sedang mengoleskan selai pada roti. Mama Dava hanya tersenyum pahit. Ia tahu Dava masih marah padanya. Dava pergi ke kampus dan seperti biasanya ia menjemput Kania terlebih dahulu.

Kania dan Dava telah tiba di kampusnya. Kania turun dari motor Dava.
“Gue duluan ya.”
“Eh, tunggu. Barengan aja kenapa sih?” Dava menarik lembut lengan Kania.
“Aduh, gue ada urusan nih. Udah ya, daaah.” Kania melambaikan tangannya pada Dava.

Kania berjalan sendirian sambil membawa dua buku tebal dalam pelukannya. Lalu ia berpapasan dengan seorang wanita imut berambut pendek. Wanita itu tersenyum ramah pada Kania begitupun juga lelaki berkulit putih di sampingnya. Kania membalas senyum mereka. ‘Nabila...’ batin Kania.

Kemudian Kania membalikkan badannya untuk melihat mereka yang semakin menjauh. Kania teringat kejadian beberapa waktu yang lalu. Nabila adalah wanita yang ia lihat sedang bersama Dava di loker. Kania tahu betapa kecewanya Nabila atas penolakan Dava dulu. Sekarang sepertinya Nabila telah menemukan pengganti Dava dan mereka terlihat bahagia. Sedangkan Kania? Ia masih kebingungan atas hubunganya dengan Dava. Kania tersenyum getir memandang Nabila dan lelaki itu yang berjalan bergandengan tangan. Kania kembali membalikkan badannya dan melanjutkan perjalannya. Kepalanya tertunduk lesu.

To Be Continued . . .


Umi Yanti
28 September 2014
Read the rest ^,^

Minggu, 21 September 2014

Segenggam Kacang Dava untuk Kania : IX

"Gue terlalu sibuk sampai-sampai ga sempat untuk mikirin kesedihan gue sendiri. Gue terlalu merasa nyaman sampai akhirnya gue sadar kalo semua ini udah beda, ga sama seperti dulu." ungkap Kania.

Lily hanya diam menatap sedih temannya itu. Ia masih menunggu Kania melanjutkan kalimatnya.

"Ly, jujur, gue bener-bener bingung. Gue ngerasa aneh. Gue merasa ada yang hilang tapi gue ga tau apa itu dan hingga sekarang gue belum menemukannya. Gue akui gue sedih dengan situasi saat ini karna ga bisa dibohongi kebersamaan gue dan Dava selama ini begitu berarti buat gue. Mungkin rasa itu masih ada di antara kami, tapi apa mungkin kami bisa bertahan dengan kondisi seperti ini?"
"Kita ga pernah tau apa yang akan terjadi. Seperti burung yang udah tinggal di sarangnya sejak ia masih menjadi telur hingga menetas lalu terus tumbuh dan berkeliling mengitari alam ini pada akhirnya ia akan kembali ke sarangnya itu. Percaya deh, jodoh ga akan ketuker." ucap Lily.

Di sebuah ruangan luas yang dipenuhi berbagai gaun yang terpajang rapih di setiap sudutnya tampak seorang wanita cantik mengenakan dress merah selutut sedang berkutat dengan pekerjaannya. Ia duduk di balik meja kerjanya yang berbentuk setengah lingkaran. Tangan kanannya asyik menari-nari menumpahkan ide-idenya di atas selembar kertas putih. Desain baju yang ia buat begitu cantik. Lalu ia berhenti dan berdiri, berjalan mendekati jendela besar yang ada di ruangan itu.

'Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Mama Dava membatalkan perjodohan ini? Tunggu...'

Matanya berputar dan mencoba mengingat-ingat sesuatu.

'Mamanya Dava menjadi aneh sejak dia menolongku waktu itu. Aku harus mencari tahu apa yang membuatnya berubah pikiran!' batin Mama Kania lagi.

"Ly, gue pulang ya udah sore nih." ucap Kania saat melihat jam tangannya.
"Wah, ga kerasa udah sore aja."

Kania pun memeluk Lily. "Makasih ya lo udah mau dengerin curhatan gue."
"Iya sama-sama. Inget kata-kata gue tadi. Lo hati-hati ya nyetirnya."

Keduanya pun berjalan keluar rumah. Kania mengambil kunci mobil di dalam tas hitam kecilnya.

"Dava, kita kan udah beberapa bulan ini sama-sama, kok lo masih agak dingin sih sama gue?" tanya Ratu pada lelaki beralis tebal itu.
"Emangnya gue harus gimana? Kan lo tau sendiri orangtua kita yang berusaha deketin kita. Udah deh ga usah drama. Santai aja."

Kemudian mereka beranjak dari meja makan itu dan berjalan menuju kedua orangtuanya yang sudah menunggu mereka di dalam mobilnya masing-masing.

"Om, Tante, duluan ya." pamit Ratu saat ia melewati mobil Dava.

Ratu memasuki mobilnya dan di dalamnya sudah ada sang Papa. Mobil itu pun berjalan meninggalkan mobil Dava yang berada di belakang.

"Gimana sayang hari ini?" tanya Papa Ratu.
"Ratu seneng banget Pa hari ini. Makasih udah ajak Ratu dan Dava makan siang." ujar Ratu sumringah.
"Sama-sama sayang."
Senyum Ratu mulai memudar. "Tapi Pa, kok Dava masih cuek ya sama Ratu?"
"Hemm, apa perlu Papa melakukan sesuatu?" tawar Papa Ratu.
"Ga usah, Pa. Belum saatnya. Kalo Ratu udah ngerasa ga sanggup lagi, Ratu bakalan bilang kok sama Papa."
"Kamu harus ingat, Papa akan melakukan apapun supaya kamu bahagia."

Ratu tersenyum lega mendengar ucapan Papanya. Matanya berbinar memandangi jalanan yang ada di depannya.
******

Mobil sudah terparkir di pekarangan rumah Dava. Papa dan Mama Dava keluar dari mobil dan memasuki rumah, namun lain halnya dengan Dava. Dava lebih memilih pergi ke rumah Kania.

Ketika hendak membuka pagar rumah Kania, ia tersadar bahwa pagar itu digembok dan itu artinya tidak ada orang di sana. Dengan kecewa Dava kembali ke rumahnya.

"Dava." panggil Mama.
Papa dan Mama Dava sedang duduk santai di sofa ruang tivi. Dava segera duduk di samping mereka.

"Dava. Ada yang mau Mama katakan."
"Apa?" tanya Dava cuek.
"Sayang, gimana kalo kamu bertunangan dengan Ratu." ucap Mama Dava tenang yang membuat Dava bagai mendengar petir tepat di atas kepalanya.
"Tunangan? Ratu?" kata Dava terkejut.
"Iya, sayang." ucap Mama Dava lagi.

Papa Dava hanya diam. Tampak raut wajahnya kurang setuju dengan tindakan istrinya.

"Ma, Dava ga cinta sama Ratu dan Dava belum mau tunangan!"
"Ini cuma sebagai pengikat kamu dan Ratu aja kok. Kalo masalah cinta kamu tenang aja. Seiring berjalannya waktu, mama yakin cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Bukankah dulu waktu kamu dan Kania dijodohkan kalian ga saling cinta? Tapi nyatanya cinta itu pun muncul di antara kalian." Mama Dava langsung menghentikan ucapannya. Jantungnya berdetak. Tak seharusnya is mengungkit masalah itu lagi.
"Itu Mama tau Dava dan Kania saling mencintai, lalu kenapa Mama batalin perjodohan kami? Dan sekarang Mama mau tunangin aku sama Ratu? Dava ga ngerti sama Mama! Cinta Dava ke Kania masih sangat besar, mana mungkin Dava bisa tunangan sama Ratu! Dava cinta sama Kania!." Dava tak sanggup lagi menahan emosinya. Matanya memerah.
Dava melanjutkan, "Mungkin benar kata Mama, lama-kelamaan Dava akan cinta sama Ratu. Kemudian, di saat cinta itu semakin membesar Dava takut Mama akan ngelakuin hal yang sama seperti yang Mama lakuin ke Dava dan Kania. Dava ga siap jika harus berpisah untuk yang kedua kalinya."
"Kamu ga usah khawatir. Mama ga akan pisahin kamu dan Ratu. Pokoknya Mama mau kamu dan Ratu tunangan!"
"Mama!" bentak Papa Dava.
"Pa! Ini semua mama lakukan untuk Dava." ucap Mama Dava lirih.

Dava berlari ke kamarnya, sedangkan orangtuanya mulai bersitegang. Papa Dava sudah tidak tahan lagi dengan sikap istrinya. Selama ini Papa Dava selalu terllihat santai dan tenang. Namun tidak dengan sore ini.

"Ma, sudah cukup! Mama jangan bikin Dava semakin terpuruk! Mama tidak lihat? Dava tersiksa dengan semua ini. Rasa cinta Dava ke Kania belum hilang, tapi Mama malah menyuruh dia membuka lembaran baru dengan wanita lain, coba Mama pikir!."
"Harus berapa kali Mama bilang kalo ini semua demi kebaikan Dava?!"
"Dan harus berapa kali juga Papa tanya kebaikan seperti apa? Mama ga pernah jelasin semuanya. Justru sikap Mama ini membuat kita seua bingung. Sekarang Mama ceritakan semuanya ke Papa! Papa mau dengar semuanya, Papa mau masalah ini selesai hari ini juga." ujar Papa Dava tegas.
******

To Be Continued . . .


Umi Yanti
21 September 2014
Read the rest ^,^