Pria berusia 20 tahun itu mengingat kejadian 2 bulan yang lalu. Hari di mana orangtuanya memutuskan untuk menjodohkan dirinya dengan Kania, tetangga sekaligus teman kecilnya. Di foto yang sedang ia pegang sekarang terlihat jelas keceriaan di wajah Kania. Dava pun mengelus lembut foto itu.
Jam menunjukkan pukul 10 malam. Mata Dava sudah memerah. Tugas kuliah yang ia kerjakan sedari tadi telah selesai. Dava merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menarik selimut dan langsung memejamkan matanya.
******
Matahari belum menampakkan sinarnya. Namun Dava sudah terbangun dari tidurnya. Ia keluar dari kamarnya dan segera menuju ruang tivi.
"Pagi Pa, Ma." sapa Dava pada kedua orangtuanya yang sedang asyik menonton berita pagi.
"Pagi, sayang." ucap Mama lembut.
"Dava, hari ini kamu ke kampusnya bareng Kania ya. Mama Kania sedang ada pekerjaan, jadi ga bisa mengantar Kania." ujar Papa Dava.
"Oh, oke deh. Nanti Dava bakalan jemput Kania."
Lalu Dava pun mengambil beberapa potong roti yang ada di atas meja. Setelah makan, ia pun kembali ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke kampus.
Dava mengeluarkan motornya dari garasi lalu tak lupa ia menjemput Kania. Dava mengetuk rumah Kania.
"Kania." panggil Dava.
"Iya." terdengar suara dari dalam rumah.
Pintu pun terbuka dan munculah Kania yang sudah berpakaian rapih lengkap dengan tas ransel dan sepatu kets biru.
"Kan, mama lu udah pergi ya?"
"Iya. Jam setengah 7 tadi udah berangkat." sahut Kania sambil mengunci pintu rumahnya.
Beberapa saat kemudian Kania dan Dava sudah berada di atas motor. Keduanya pun memakai helm dan segera meluncur meninggalkan rumah Kania. Di perjalanan, Kania ragu untuk memegang pinggang Dava. Kania hanya memegang jaket yang Dava kenakan.
"Udah deh, jangan kaya gitu pegangannya. Bener-bener dong. Gapapa, pegang aja pinggang gue daripada entar lo jatuh." kata Dava membuyarkan keraguan Kania.
Kania pun memegang pinggang Dava. Tiba-tiba tangan kiri Dava menarik tangan kanan Dava agar Kania memegang lebih erat pinggang Dava, tidak, tepatnya memeluk pinggang Dava. Jantung Kania berdetak tak beraturan. Ia merasa gugup dan kikuk. Matanya memandang punggung Dava.
20 menit berlalu. Akhirnya mereka tiba di kampus. Dava memarkirkan motornya. Dava dan Kania melangkah bersama menuju fakultas mereka.
"Makasih ya Dava." ucap Kania.
"Ya, sama-sama." balas Dava sambil menoleh ke wajah Kania.
Mereka pun berpisah dan menuju kelas masing-masing. Ketika sampai di depan kelas Kania masih terlihat linglung. Ia merasa aneh. 'Gue kenapa sih?' batin Kania pada dirinya sendiri. Suasana kelas Kania tampak ramai. Kania segera duduk di kursi yang kosong. Tak lama kemudian dosen pun memasuki kelas dan kuliah pun langsung dimulai.
Kania melihat jam tangannya. Pukul 10:15 menit. Setelah dosen keluar, teman Kania yang bernama Lily menghampiri Kania.
"Hei! Gue perhatiin dari masuk kelas sampe sekarang kok lo diem aja?" tanya gadis manis berkulit coklat itu.
"Apaan? Perasaan gue biasa aja kok."
"Alah. Ga usah bohong deh. Gue udah kenal lo dari SMA, gue tau pasti ada apa-apa nih!"
"Gimana ya, Ly? Gue juga ga ngerti..."
"Maksud lo?"
Kania pun menceritakan apa yang ia rasakan kini. Lily mendengarkan curhatan Kania dengan seksama. Ia selalu berdehem dan beroh ria sambil diselingi anggukan pelan.
"Menurut gue, lo mulai ada rasa deh sama dia." ucap Lily diakhir cerita Kania.
"Ya ampun! Mana mungkin! Lo ada-ada aja deh." Kania tak mempercayai ucapan Lily.
"Eh, lo kan udah kenal dia sejak kalian masih ingusan, mana mungkin ga ada rasa. Asal lo tau ya, cewek dan cowok itu ga bisa temenan. Sekalinya mereka temenan, bakal muncul rasa sayang atau lebih tepatnya mungkin cinta. Baik itu dirasain oleh si cewek atau si cowok bahkan keduanya." jelas Lily panjang lebar.
Kania hanya terdiam mendengar pendapat temannya itu.
"Kania! Kok lo malah diem? Jangan-jangan..." Lily pun mencolek pipi Kania.
"Idih! Apaan sih? Tau ah! Yuk kita ke kantin, gue udah laper nih. Tadi pagi ga sempat sarapan." ajak Kania lalu menggandeng tangan Lily.
Sesampainya di kantin Kania dan Lily segera memesan makanan dan minuman. Dengan lahap Kania memakan apa yang ia pesan. Usai makan Kania mengeluarkan sebungkus kecil kacang mede favoritnya dari dalam tas. Ia kemudian memakan kacang itu sebagai pencuci mulut.
Beberapa waktu kemudian Kania dan Lily kembali ke kelas. Mata kuliah kedua dilalui Kania dengan lancar. Lalu ia mencari Dava untuk pulang bersama sesuai janji Dava tadi pagi. Setelah beberapa kali keluar masuk kelas namun tak berhasil mencari orang yang ia cari, Kania pun memutuskan untuk bertanya pada teman-teman Dava yang sedang asyik mengobrol di dekat tangga.
"Permisi, kak. Mau nanya nih. Liat Dava ga?" tanya kania dengan sopan.
"Oh, dia ada di dekat loker tuh." jawab seorang cowok bertubuh tegap itu sambil menunjuk arah loker.
"Makasih, kak" Kania pun berpamitan.
Dengan jengkel Kania berjalan menuju loker. 'Dasar alis tebel! Gue udah capek-capek nyariin dia, eh dianya ga ada di kelas. Ga taunya di loker!' omel Kania dalam hati. Langkah Kania terhenti ketika ia melihat 2 sosok yang sedang berbicara dengan raut wajah serius dan tampak keduanya sedang bergenggaman tangan. Kania langsung membalikkan badannya dan melangkah cepat meninggalkan 2 orang itu.
"Kania!" teriak Dava lalu melepaskan tangan wanita itu.
"Tunggu." kata wanita itu.
"Maafin gue, Nabila. Gue ga ada rasa sama lo. Maaf."
Dava meninggalkan wanita yang diketahui bernama Nabila itu. Ia mengejar Kania. Entah apa yang Dava rasakan, ia hanya tak ingin Kania salah paham dengan apa yang ia lihat barusan. Dengan sigap Dava meraih tangan Kania dan membawanya ke parkiran motor.
"Lepasin gue! Gue mau pulang sendiri" Kania mencoba memberontak.
"Diem! Lu harus pulang sama gue!" Dava meninggikan suaranya.
"Tapi gue ga mau!"
"Gue ga peduli. Lu tanggung jawab gue."
Dava memasangkan helm di kepala Kania. Kania tak melihat wajah Dava. Ia terlihat menahan tangis.
"Entah apa yang lo rasain sekarang, gue ga mau tau. Yang penting sekarang lo harus pulang sama gue. Nanti gue jelasin."
Dava menyalakan motornya. Dava yang sudah duduk di atas motor menunggu Kania untuk ikut naik. Kania pun duduk di belakang Dava. Mereka tak bersuara. Tak lama kemudian tangis Kania pun pecah. Butiran hangat jatuh dari kedua mata indah Kania. Ia menangis di atas punggung Dava. Air mata Kania mulai membasahi jaket coklat Dava sambil memeluk erat Dava.
To Be Continued . . .
Umi Yanti
5 September 2014
Jumat, 05 September 2014
Segenggam Kacang Dava untuk Kania : V
Created By
Umi Yanti
Posted in:
Cerbung,
Segenggam Kacang Dava untuk Kania
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar