Selasa, 27 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : V

“Ibu bagaimana keadaan Ayah?!”
Ibu tidak menjawab. Dia terus menangis tidak memperdulikan pertanyaanku. Dan aku tahu arti tangisan itu. Aku memeluk Ibu.

Beberapa hari berlalu...
“Vily, ayo kita ke makam Ayah.” ajak ibuku dengan wajah yang masih kusut.
“Baik, Bu.”

Aku masih belum bisa percaya bahwa Ayah telah meninggalkan kami. Aku sangat merindukannya. Ayah meninggal karena terkena serangan jantung. Saat itu keadaan restoran memburuk dan terancam bangkrut. Sepeninggal Ayah untunglah para karyawannya berhasil mengatasinya.

Lalu aku teringat Ibu kandungku. Bagaimana wajahnya? Apakah ia menjagaku dari sana?
Juga Abram. Bagaimana keadaannya sekarang? Aku amat merindukannya. Sejak dia pindah ke New Jersey kami tidak pernah saling berhubungan lagi, kami kehilangan kontak.

Oh Tuhan, dan sekarang Ayah. Seandainya Abram masih ada di sini, mungkin aku bisa melewati semua ini dengan lebih mudah, tapi tidak mungkin. Aku tidak bisa berangan-angan, karena kenyataan yang ada di depanku berbanding terbalik dengan khayalanku. Tapi setidaknya masih ada Ibu, meskipun dia Ibu tiriku namun sekarang hanya dialah yang kumilki.
*****

Aku sedang terburu-buru. Kuliahku akan segera dimulai, dan sepertinya aku akan terlambat. Anak tangga itu seakan sulit kunaiki. Mungkin karena aku telah kelelahan berlarian dari gerbang tadi. Tapi aku harus semangat!
Bruk!!!

Oh tidak, buku-bukuku! Siapa yang menabrakku?
“Hei kau! Lihat bukuku, berantakan semua!” bentakku padanya.
“Iya aku tahu. Makanya sekarang aku sedang merapikannya. Apa kau tidak melihat?!”
“Hu-uh! Kau ini...” kata-kataku terputus.
"Ini, maafkan aku."

Untuk sejenak aku merasa waktu seakan-akan berhenti berputar. Mataku tidak berkedip menatap pria tegap berambut coklat yang ada di depanku. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Apa kau baik-baik saja?"
"I-iya. Terima kasih." aku tersenyum kecil.

Pria itu bergegas meninggalkanku, tapi aku segera menghentikan langkahnya.

"Hei tunggu!" aku menghampirinya. "Siapa namamu?"
"Oh, aku Erlan. Dan kau?"
"Vily."

Aku pun langsung meninggalkannya. Entah mengapa ketika ia meninggalkanku tadi aku merasa seperti terhipnotis dan berlari mengejarnya. Lalu ketika aku telah mengetahui namanya aku merasa seperti telah mendapatkan kesadaranku kembali.

Hari berikutnya aku beruntung. Aku tiba lebih awal. Tentunya keadaan kampus masih cukup sepi. Aku duduk di kursi yang ada dipinggir lapangan basket. Aku mengeluarkan sebuah ipod kuning dari tas putihku. Aku memilih lagu dan mendengarkannya dengan tenang.

Ketika aku menoleh ke sebelah kanan aku terkejut. Sejak kapan makhluk ini berada di sampingku? Aku tidak merasakan kehadirannya. Ya, sama halnya saat aku tidak merasakan bahwa kehadirannya telah membuat hatiku terasa aneh. Apa dia bisa mendengar jantungku yang terus berdegup keras?

Aku ingin tersenyum padanya tetapi ku lihat ia telah berdiri dan bersiap-siap untuk pergi dari sini. Ah, mungkin lain kali saja aku menyapanya.

Aku terus memperhatikan gerak langkahnya. Namun ia tiba-tiba berhenti dan membalikkan badannya.

"Hmmm... sepertinya jantungmu berdegup cukup keras ketika berdekatan denganku."

Kemudian ia berlalu meninggalkanku yang tersipu malu menahan senyum.
*****

Jika aku hidup di sebuah dongeng, meski aku kerap menderita tapi aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan bahagia. Pasti. Dan selalu seperti itu.

Neeett!
New Message :
Erlan, aku ingin bertemu denganmu. Segera!
From : Vily

Neeett!
New Message :
Oke. Dimana?
From : Erlan

Neeett!
New Message :
Di lapangan basket. Aku tunggu.
From : Vily

Neeett!
New Message :
Baiklah, aku akan segera ke sana.
From : Erlan

Pesan dari Vily tadi memaksaku untuk pergi dari tempat favoritku, perpustakaan. Seperti biasa keadaan seakan-akan menjadi genting ketika ia ingin bertemu denganku.

Sosok gadis berambut hitam panjang yang memakai rok putih itu pasti Vily. Ia selalu terlihat cemas dan gugup jika sedang menungguku dan aku menyukai itu.

To Be Continued . . .


Umi Yanti
28 Desember 2011

2 komentar: