Senin, 19 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : II

Hari pertama bekerja di restoran Ayah membuatku cukup senang dan gugup. Sebagai putri tunggal dari seorang pemilik restoran terkemuka di kota ini, aku tidak langsung mendapatkan jabatan yang tinggi. Aku harus memulai sebagai sekretaris Ayah. Meskipun aku telah lulus SMA, aku tidak diperbolehkan melanjutkan kuliah terlebih dahulu, melainkan aku diharuskan untuk bekerja di restoran Ayah.

“Vily, kau tahu kan mengapa Ayah meyuruhmu bekerja di restoran?” tanya ayah saat sarapan pagi.
“Tentu saja ayah. Aku akan melakukan apapun yang Ayah inginkan semampuku.”
“Setelah kau mendapatkan pengalaman yang cukup Ayah akan mengizinkanmu untuk kuliah.”
“Iya Vily. Ibu juga setuju dengan Ayahmu. Kau harus berusaha dan nikmati saja pekerjaan ini.” ucap Ibu sambil tersenyum.

Ibu yang telah menemani kami selama 5 tahun ini sebenarnya adalah Ibu tiriku. Namun tidak seperti dongeng yang sering kubaca sewaktu kecil, Ibu cukup sayang dan perhatian padaku, meskipun kami juga tidak terlalu dekat. Ibu selalu memberikan dukungan pada Ayahku dalam hal apapun. Usia mereka terpaut 6 tahun. Sedangkan Ibu kandungku sudah lama meninggal. Ia meninggal usai melahirkanku dan makamnya hilang akibat bencana alam. Tapi Ibu akan selalu ada di dalam hati kami.

Aku dan Ayah berangkat menuju restoran. Setibanya di sana Ayah langsung mempekenalkanku pada karyawan-karyawannya. Aku tak menyangka ternyata suasana restoran Ayah sangat mengagumkan. Aku memang sering bermain ke sini, tapi belum pernah merasakan perasaan seperti ini.

“Vily, apa jadwal kita hari ini?” Ayah membuyarkan lamunanku.
“Emm... Siang ini Ayah akan bertemu dengan Pak Abram, dan ia ingin kita menyediakan menu spesial dari restoran ini.” jawabku sambil membaca catatan.
“Lalu?”
“Tidak, hanya itu.” jawabku yakin. “Enak sekali jadi Ayah, pekerjaannya tidak terlalu berat.”
“Hahaha.... Tidak juga kok. Ayah kan pemilik restoran ini, jadi Ayah mempunyai karyawan-karyawan untuk mengurus segala sesuatu untuk restoran ini. Tugas ayah hanya mengontrol, mengawasi, dan menemui para investor dan mitra bisnis.”
“Owh....” aku mengangguk.
*****

Pukul 2:00 siang. Aku harus segera pergi. Pak Wijaya pasti sedang menungguku.

“Maaf aku terlambat.”
“Oh tidak apa-apa. Silahkan duduk.”
“Terima kasih.”
“Jadi Anda adalah Pak Abram? Kelihatannya Anda cukup muda.” ucap pria itu ramah.
“Ya aku baru saja menyelesaikan S1. Anda terlihat sehat, sepertinya pengaruh dari makanan di restoran ini.” godaku.
“Kau bisa saja. Oh iya, mari aku perkenalkan putriku.”

Pria itu menelepon putrinya dan memintanya membawa makanan pesananku. Hanya 3 menit kami menunggu. Aroma masakannya tercium dan membuat perutku keroncongan. Maklum aku sengaja belum makan siang demi mencicipi menu spesial dari restoran calon mitra bisnisku.

Wajah gadis ini terasa tidak asing dalam ingatanku. Benar! Gadis ini yang menabrakku di bandara 2 hari yang lalu. Aku betul-betul ingat wajahnya.

“Kau...” ucap kami bersamaan seperti waktu itu.
“Kalian saling mengenal?”
“Sepertinya aku bertemu dengan putri Anda di bandara.” jawabku sambil mengingat.
“Iya! Aku menabrakmu. Sekali lagi maafkan aku. Saat itu aku sedang liburan, aku lupa bahwa hari itu aku harus pulang ke Indonesia, karena takut terlambat aku jadi terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Anda.” ujar gadis itu tidak canggung.
“Vily, ini Pak Abram, mitra bisnis baru kita. Pak Abram, ini Vily, putri tunggalku.” Pak Wijaya memperkenalkan kami.
*****

To Be Continued . . .


Umi Yanti
16 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar