Sabtu, 04 Februari 2012

Bagaimana Jika Itu Aku?

Bel sekolah berdentang, kelontang...

Gadis berseragam putih dan memakai rok abu-abu sedang duduk termangu di dalam kelasnya. Seperti sedang menunggu seseorang. Sedangkan teman-temannya yang lain sedang asyik bercanda dan bersenda gurau. Namun lamunannya tiba-tiba buyar.

"Woi Alan! Lama gak masuk sekolah! Pa kabar lo?" sapa Jo di depan pintu kelas.
"Baik bro, kaki gue udah bisa di ajak sekolah lagi nih."
"Jadi yang sekolah itu kaki elo ya?"
"Hahahah bisa aja!"

Cowok keren itu bernama Alan, salah satu cowok terpopuler di SMA Jaya. Sedangkan gadis manis yang terus memperhatikan tingkah Alan bernama Gia. Gia telah menaruh hati pada Alan sejak mereka menjadi teman sekelas. Dan Alan tahu tentang itu. Namun ia bersikap cuek dan sikapnya pun sulit di tebak. Oleh karena itu Gia menjadi sedikit berhati-hati dan cenderung membatasi dirinya dengan Alan. Walaupun di dalam hatinya yang paling dalam, Gia ingin sekali bisa berteman akrab dengan Alan.

"Gia! Ngapain sih lo masih peduliin dia? Dia itu gak pantes dapet perhatian dari lo!"
"Gak tau nih Del, gue masih berharap ama Alan."
"Lo harus nentuin sikap dong. Kalo lo emang suka sama dia, ya lo kejar. Tapi kalo elo-nya gak mau ngejar dia, ya mending lepasin aja deh dia." saran Della, teman sebangku Gia.

Gia hanya terdiam. Perkataan Della memang benar. Namun rasanya itu sangat sulit dan membingungkan bagi Gia. Jika Gia bisa memutar waktu, ia ingin sekali bisa bersikap lebih baik pada Alan. Alan sebenarnya tidak menjauhi Gia, tapi Gia sering merasa bahwa Alan agak menjaga jarak padanya, padahal sebenarnya tidak. Alan bersikap cukup normal, hanya saja Alan sering bersikap sedikit dingin pada Gia. Hal itu semata-mata agar Gia tidak merasa mendapatkan harapan kosong. Alan hanya menganggap Gia sebagai teman biasa.

Bel istirahat berdentang, kelontang...

Anak-anak SMA Jaya telah berkumpul di lapangan basket. Mereka akan menyaksikan pertandingan basket dari Alan dkk. Alan merupakan kapten tim basket SMA Jaya. Kemampuannya yang luar biasa dan didukung oleh penampilan yang keren membuatnya di tunggu-tunggu oleh anak-anak SMA Jaya, terutama para siswi.

"Untung aja nih kaki udah sembuh. Jadi gue bisa nunjukin kejagoan gue." Alan berkata dengan bangga.
"Jago, lo pikir ayam? hahaha... Ngomong-ngomong beneran tuh kaki udah sehat?"
"Iya lah. Kalo gak, mana mungkin gue ada di lapangan basket ini!"
"Bagus deh! Kalo gitu, yok kita mulai." ucap Jo dengan semangat.

Pertandingan pun di mulai. Kelas XI. IPA-2 melawan kelas XI. IPA-4.

20 menit berlalu. Kelas XI. IPA-2 memimpin, kelasnya Alan. Namun tiba-tiba Alan merasakan kakinya kaku. Wajahnya menunjukkan bahwa ada yang tidak beres dengan kaki kirinya.
Aduuh!

"Lan, lo kenapa?" tanya teman Alan di tengah pertandingan.
"Alan?!"

Pertandingan pun di hentikan. Anak-anak mulai cemas, takut terjadi apa-apa pada Alan. Jo memeriksa kondisi kaki Alan. Cowok bernomor 8 itu pun segera memegang kaki Alan.

"Ini terkilir. Kita gak bisa lanjutin permainan. Lebih baik kita anter Alan ke UKS." ucap Jo.
"Aw, sakit banget kaki gue." rintih Alan.
"Ayo, kita anter."

Gia yang melihat kejadian itu tentu saja langsung khawatir dan cemas. Ingin rasanya ia menolong Alan, tapi tidak mungkin. Padahal katanya di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, namun Gia tidak merasa seperti itu. Usai dari UKS, Alan segera izin untuk pulang ke rumah. Dan Alan pun melewatkan pelajaran Fisika.

Sepanjang pelajaran fisika konsentrasi Gia terpecah. Gia masih memikirkan kondisi Alan. Ia tau bahwa Alan baik-baik saja dan hanya mengalami terkilir biasa, namun entah mengapa hatinya tidak tenang. Pelajaran fisika berakhir, bel pulang berdentang, kelontang...

"Gia!" panggil Della.
Gia menoleh.
"Gi, kita ke toko buku yuk! Gue mau beli novel nih." ajak Della.
"Aduh, maaf banget Del. Gue gak bisa, gue mau langsung pulang."
"Oh, ya udah deh, gak papa. Gue duluan ya." jawab Della.
"Sorry, lain kali aja ya."
"Oke, gak masalah kok, daaag.."

Della pun menghilang dari penglihatan Gia.

'Oh ya, tadi kan ada tugas fisika', batin Gia. 'Aku harus kasih tau Alan. Kalo dia gak bikin tugas, ntar malah kena hukum.' Gia pun menyetop sebuah taksi dan melaju menuju rumahnya. Sesampainya di rumah Gia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk berlapiskan sprei berwarna pink. Gia meraih handphone-nya. Membuka daftar kontak dan mencari nama Alan.

'Heem, sms gak ya?' Gia berpikir. 'Kalo sms, mau sms apa? Tapi kalo gak sms, kan kasian. Tugas ini kan dikumpulnya besok.' Setelah berargumen dengan pikirannya sendiri, akhirnya Gia memutuskan untuk mengirim sms kepada Alan.

Neeett!
New Message :
Lan, besok lo sekolah kan? Ada tugas fisika halaman 156, besok harus di kumpul.
From : 085267xxxxxx

Neeett!
New Message :
Iya, makasih banget. Tumben amat lo kasih tau gue.
From : Alan

Neeett!
New Message :
Abisnya ini kan penting, kalo lo di hukum gimana?
From : 085267xxxxxx

Neeett!
New Message :
Aduh perhatian banget lo sama gue. But thanks ya Jo.
From : Alan

Neeett!
New Message :
Gue bukan Jo...
From : 085267xxxxxx

Neeett!
New Message :
Oh. Jadi?
From : Alan

'Gue harus balas apa? Apakah gue harus berbohong? Bagaimana jika Alan tau bahwa itu gue?' Gia di dera kebimbangan. Gia merasa menjadi teman Alan saat mereka sms-an tadi, namun jika Alan tau bahwa itu adalah Gia mungkinkah perasaan seperti itu akan hilang?

~ The End ~

Umi Yanti

4 Februari 2012

2 komentar: