Halooo ...
Hari ini aku mau kasih rekomendasi DRAKOR (drama korea) yang bagus.
Dijamin seru dan ceritanya menarik karena udah aku tonton sendiri sampai tamat.
Listnya bakalan aku update setiap habis nonton drakor baru (insya allah hehe)
Ini aku urutin berdasarkan tahun drakornya rilis yaa. Let's cekidot! :3
2000 Endless Love
2004 Full House
2006 Princess Hours
2008 Cruel Temptation
2008 You Are My Destiny
2009 Boys Over Flower
2009 Brilliant Legacy
2009 Great Queen Seondeok
2009 My Fair Lady
2010 Bread Love and Dream
2010 Cinderella's Sister
2010 Dong Yi
2010 Pink Lipstick
2010 Playfull Kiss
2010 Bad Guy
2011 49 Days
2011 City Hunter
2011 Dream High
2011 Glory Jane
2011 Lie to Me
2012 Can We Get Married?
2012 Faith
2012 Gentleman's Dignity
2013 The Heirs
2016 Goblin
2016 Love is Drop by Drop
2016 Our Gap Soon
2016 Yeah, That's How It is
2017 Avengers Social Club
2017 Because This is My First Life
2017 Tunnel
2017 Sweet Enemy
2018 Good Witch
2018 Mother
2019 Crowned Clown
2019 He Is Psychometric
2020 Flower of Evil
2020 The Penthouse
Read the rest ^,^
Sabtu, 20 September 2014
Rekomendasi Drakor
Kamis, 11 September 2014
Segenggam Kacang Dava untuk Kania : VIII
Kania tampak tidak berkonsentrasi dengan pelajaran yang sedang diberikan oleh dosennya. Ia merasa ingin segera keluar dari kelas. Ketika dia memutar kepalanya ke luar melalui pintu kelas yang terbuka, ia melihat Dava sedang berjalan. Mata mereka bertemu. Dava berhenti dan memandang lekat wajah Kania dari luar sana. Dava akhirnya menunggu Kania di depan kelasnya.
1 jam berlalu, dosen pun keluar dari kelas Kania. Kania segera menghampiri Dava yang telah menunggunya sedari tadi. "Kita harus bicara." ucap Dava.
Keduanya pun berjalan menuju taman yang berada di dekat perpustakaan. Lalu duduk di bangku hijau yang ada di sana. Dava memetik setangkai mawar merah. Ia meletakkannya di atas telapak tangan Kania. Kania mengerutkan dahi.
"Lo tau, mawar ini cantik banget. Satu hal yang tidak kita sadari, ketika dipetik dari batangnya mawar ini kesakitan dan menganggap perbuatan kita kejam tapi mawar ini tetap terlihat cantik. Namun, lama-kelamaan mawar ini akan layu dan mati."
Kania menatap Dava sambil memegang mawar digenggamannya.
Dava melanjutkan, "Gue berharap lo ga kaya mawar ini. Meskipun lo bakalan dipisahkan dari gue, lo harus tetap jalani hidup lo dengan senyum dan semangat. Gue ga mau lo cuma bertahan sebentar terus layu kaya mawar ini, gue harap lo akan terus bertahan selamanya. Akan tetap secantik mawar ini sebelum ia dipetik."
"Oke, gue akan bertahan. terus lo gimana?" tanya Kania sedih.
"Gue juga akan bertahan. Karna gue akan selalu jagain lo. Gue akan selalu ada buat lo."
"Mana mungkin!"
"Gue akan berusaha. Gue janji. Jujur, gue sayang banget sama lo, Kania."
"Kita lihat aja nanti, gue pegang janji lo, Dava." Kania pun meninggalkan Dava.
Cuaca sedang bersahabat. Ia seakan mengerti dengan perasaan Kania. Saat ini jam telah menunjukkan pukul 3 sore. Kania menikmati hembusan angin yang menerbangkan rambutnya. Ia berdiri di balkon kamarnya. Balkon yang tepat menghadap ke arah rumah Dava, lebih tepatnya kamar Dava. Ia memandang lurus dan tidak terlihat siapapun di jung sana.
Mama Kania telah menceritakan hasil dari pertemuannya dengan Mama Dava. Sama halnya dengan sang Mama, Kania juga tak mengerti dengan tingkah Mama Dava. Setelah merasa puas melepaskan penat di balkon itu, tiba-tiba pintu kamar Dava terbuka. Keluarlah sosok pria beralis tebal yang sekarang sedang berdiri di balkon kamar yang berseberangan dengan Kania. Mereka memandang satu sama lain.
******
"Eh, alis tebal! Anterin gue ke rumah temen gue dong." pinta Kania saat melihat Dava yang melintas di depan rumahnya.
"Maaf banget Kania. Gue ga bisa. Bentar lagi gue dan orangtua gue mau makan siang sama Ratu dan Papanya." ungkap Dava.
Kania tampak sedikit kecewa. "Hem, ya udah gapapa. Gue bisa sendiri kok. Oh ya, have fun ya!"
Tidak terasa satu bulan telah berlalu sejak perjodohan Dava dan Kania dibatalkan. Saat ini Dava sedang dekat dengan Ratu. Dava dan Kania pun masih berhubungan baik. Bahkan sesuai dengan ucapannya, Mama Dava tidak pernah berusaha untuk menjauhkan Kania dan Dava. Mama Dava tetap menyayangi dan menganggap Kania sebagai anaknya sendiri. Dan satu hal yang tak kalah penting, baik Dava maupun Kania masih saling menyayangi. Perasaan mereka tak berkurang sedikit pun, malah semakin kuat.
"Ma..." kata Papa Dava pada istrinya.
"Iya, Pa. Kenapa?" balas Mama Dava sambil mengoleskan make up-nya.
"Sebenernya Papa masih belum yakin dengan alasan Mama batalin perjodohan Dava dan Kania."
"Mama kan sudah jelasin ke Papa. Ini untuk kebaikan Dava dan Kania."
"Tapi, Ma, kita kan belum membuktikan semuanya." ucap Papa Dava penuh kesabaran.
"Sudahlah, Pa. Kita ga usah membahas ini lagi. Papa liat sendiri kan, semuanya berjalan dengan lancar. Dava dan Kania baik-baik saja kok."
"Ma, kita ga pernah tahu isi hati orang lain. Bisa saja apa yang terlihat di luar berbeda dengan yang di dalam."
"Ayo Pa kita pergi. Kasian Ratu dan Papanya pasti sudah nungguin kita." ajak Mama Dava tak memperdulikan perkataan suaminya.
Di sebuah meja makan bundar yang dibalut taplak meja berwarna putih-ungu itu duduklah Dava, Ratu dan orangtua mereka. Makanan dan minuman telah dipesan. Sambil menunggu pesanan datang, mereka berbincang. Keakraban jelas terlihat di antara orangtua Dava dan Papa Ratu. Namun, Dava dan Ratu masih kaku seperti saat awal mereka bertemu. Ratu selalu mengajak Dava mengobrol dan Dava selalu menjawabnya singkat.
"Halo, Ly gue ke rumah lo ya." ucap Kania di telepon.
"Oke, kebetulan gue lagi sendirian. Asyik deh ada yang temenin gue." seru Lily.
"Kalo gitu gue sekarang jalan ya. Jangan lupa siapin cemilan!"
"Iya, iya. Ntar gue beli yang banyak hahaha"
"Hahaha Gitu dong! Ya udah, gue berangkat, bye."
"Sip, bye." telepon pun ditutup.
Kania mengambil kunci mobil yang berada di atas meja kecil di ruang tivi. Tak lama kemudian mobil berwarna biru muda itu pun meluncur mulus di jalanan sepi itu. Kania menghidupkan radio dan kebetulan sekali sebuah lagu yang mengingatkan kenangannya bersama Dava sedang mengalun.
It's so unbelievable
And I don't want to let it go
Something so beautiful
Flowing down like a waterfall
I feel like you've always been
Forever a part of me
And it's so unbelievable to finally be in love
Somewhere I'd never thought I'd be
Lagu slow yang dinyanyikan oleh Craig David itu berhasil membuat ia merindukan sosok pria yang sudah lebih dari 5 tahun selalu bersamanya itu. Entah apa yang ia rasakan kini, sejak hari itu memang semuanya tidak berubah. Namun, Kania merasa ada yang kurang, bukan, aneh tepatnya.
Kania telah tiba di rumah Lily. Ia memarkirkan mobil mungilnya di halaman rumah itu. Kania langsung disambut oleh pelukan hangat Lily yang telah menantinya.
"Kaniaaa, Gue seneng banget lo ke sini! Jarang-jarang kan lo main ke sini!" teriak Lily ketika mereka baru saja duduk di kursi santai pinggir kolam yang berada di halaman belakang rumah Lily.
"Berarti lo beruntung dong Ly!" canda Kania.
"Dasar! Eh, by the way lo mau cerita apa? Gue udah penasaran!"
"Ha? Apaan sih? Baru juga duduk, lo udah nanya gue mau cerita apa."
"Ah, gue tau kali. Lo ke sini pasti mau cerita dan itu pasti tentang Dava!" tebak Lily.
Kania hanya tersenyum kecil. Pikirannya menerawang. Sebetulnya, ia sudah tidak sabar lagi hendak mencurahkan perasaannya. Namun, Kania berusaha untuk mengontrol perasaannya. Ia ingin meluapkan apa yang ia rasakan dengan tenang.
To Be Continued . . .
Umi Yanti
11 September 2014
Read the rest ^,^
Minggu, 07 September 2014
Segenggam Kacang Dava untuk Kania : VII
"Sayang, ayo kita pergi" ucap seorang wanita sambil membawa beberapa koper besar.
Bocah berusia 4 tahun yang belum mengerti apa-apa itu menuruti sang Mama. Mereka menaiki taksi dan berlalu meninggalkan rumah mewah itu. Di dalam mobil, bocah kecil itu terlelap. Sang Mama mengelus rambut anaknya. Tetes demi tetes air mata berjatuhan dari mata sembab wanita itu.
"Dava, kita akan memulai kehidupan yang baru." wanita itu mengecup pelan puncak kepala anaknya.
Dava dan Kania telah tiba di depan rumah Kania. Dua sejoli itu memasuki rumah Kania. Pintu tak terkunci namun tak ada orang di sana. Kania melangkah menuju kamar Mamanya dan diikuti oleh Dava.
"Mama?" ucap Kania kaget melihat sang Mama terkulai lemah di atas tempat tidur.
"Kania..."
"Mama kenapa?"
"Tenang, Mama cuma kelelahan kok. Tadi Mama Dava sudah bantuin Mama." ujar Mama Kania sambil melirik Dava.
"Syukur kalo Tante baik-baik aja. Mama di mana, Tante?" sambung Dava.
"Udah pulang. Coba deh kamu cek, kasian Mama kamu sendirian di rumah."
"Baiklah, kalo gitu Dava pamit ya, Tante." Dava pun mencium tangan Mama Kania.
"Kania antar Dava ke depan ya, Ma."
"Iya, Sayang."
Setelah menutup pintu kamar, Kania merangkul tangan Dava. Berjalan beriringan menuju pintu depan. Mereka saling melamparkan senyum. Sesampainya di ambang pintu, dengan manja Kania menyenderkan kepalanya di pundak Dava seolah-olah tak ingin membiarkan Dava pulang.
Dava membelai kepala Kania. "Gue harus pulang."
Kania menghela napas. "Ya udah, makasih ya buat hari ini. Gue ga nyangka kita bisa kaya gini."
"Sama-sama. Gue juga seneng banget hari ini."
Dava bingung melihat rumahnya tampak sepi. Tidak biasanya sang Mama sudah tidur, pikirnya. Saat hendak menaiki tangga, tiba-tiba pintu kamar Mama terbuka. Mama Dava keluar dari kamar dengan tampang kusut seperti sedang memikirkan hal yang berat.
"Dava.." panggil Mamanya pelan.
"Ada apa, Ma?"
"Mama mau bicara."
Mereka duduk di sofa depan tivi. Mama Dava memperhatikan wajah anaknya. Ia melihat Dava terlihat bahagia. Mengetahui hal itu, Mama Dava menjadi tidak tega untuk mengatakan apa yang hendak ia sampaikan. Ia pun mengurungkan niatnya.
"Kamu kelihatan senang. Kamu dan Kania kemana aja tadi?" tanya Mama Dava dengan senyum halus.
"Kami cuma ke toko hewan terus makan malam, hehe"
"Mama bahagia kalo kamu bahagia." Mama Dava pun memeluk hangat anaknya itu.
******
Hari ini terlihat berbeda dengan hari-hari biasanya. Tanpa disuruh Dava dan Kania pergi ke kampus bersama-sama. Mama Kania senang melihat perubahan kecil mereka. Namun, lain halnya dengan Mama Dava. Ia juga terlihat bahagia, tetapi wajahnya juga terlihat tidak tenang.
Mama Kania sedang menikmati harinya di rumah. Ia terlihat bahagia. Ia memasak makanan kesukaan sang putri. Usai memasak dan menyiram tanaman ia pergi ke rumah Dava. Waktu sudah menunjukkan pukul 14:00. Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara Dava.
"Ma, Dava pulang."
"Sini, sayang." ucap Mama Dava dari dalam rumah.
Dava dan Mamanya sama-sama terkejut. Dava membawa Kania bersamanya dan ternyata Mama Kania juga sedang ada di rumah Dava. 'Kebetulan sekali' ucap Dava di dalam hati.
Dava dan Kania duduk berdampingan di sofa yang menghadap Mama mereka. Dava memunculkan mimik seriusnya. Dava menggenggam tangan Kania di hadapan orangtuanya. Mama Kania tersenyum.
"Tante, Mama, Dava dan Kania sudah mengambil keputusan. Kami mau melanjutkan perjodohan ini." ujar Dava sontak membuat mereka terkejut begitu pun Kania.
Kania meoleh pada Dava karena tak menyangka Dava akan mengatakan hal itu secepat ini. Mata Dava masih menatap Mamanya dan Mama Kania.
"Sa..."
"Ga bisa!" Mama Dava memotong ucapan Mama Kania.
"Mbak?"
"Perjodohan ini ga bisa dilanjutin. Perjodohan ini batal!" ucap Mama Dava dengan berat.
Tenggorokan Dava tercekat. Ia merasa kesulitan menelan ludahnya. Ia tak mengerti dengan sikap Mamanya. Bukankah semalam Mamanya berkata bahwa ia bahagia jika Dava bahagia? Dan inilah kebahagian bagi Dava. Ia menatap tajam Mamanya.Dava menoleh pada Kania. Terlihat butiran air mata sudah mengendap di pelupuk matanya.
"Kenapa Mama batalin perjodohan ini?!" sergah Dava pada Mamanya.
"Sayang, perjodohan ini harus dibatalkan."
"Mbak, bukankah kita sudah setuju untuk menjodohkan Dava dan Kania?" tanya Mama Kania yang terlihat mulai kesal.
Kania melepaskan genggaman Dava. Ia berlari yang kemudian dikejar oleh Mamanya. Dava hendak menyusul Kania, namun Mamanya menghalangi.
"Dava! Tetaplah di sini!"
"Ma? Mama kenapa? Ada apa sih?"
"Maafin Mama."
"Ma, tolong kasih tau Dava kenapa Mama batalin perjodohan ini?" pinta Dava lemah.
"Mama ga bisa kasih tau, Sayang."
"Ma, Dava mohon jelasin ke Dava..."
"Mama bilang perjodohan ini batal, artinya perjodohan ini batal! Tapi, meskipun perjodohan ini batal Mama ga melarang kamu untuk dekat sama Kania."
Mama Dava meninggalkan Dava yang masih tidak mengerti atas tingkah Mamanya. Dengan kesal Dava menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya. 'Mama kenapa sih?' batinnya heran.
Di dalam rumah bernuansa putih itu tampak seorang gadis menangis dalam pelukan hangat sang Mama.
"Ma, kenapa Tante batalin perjodohan ini? Apa Kania ada salah ya sama Tante?"
"Mama ga tau sayang, Mama ga tau."
"Ma, Kania sayang sama Dava. Sayang banget."
Mama Kania membelai rambut putri kesayangannya itu. "Nanti Mama bakal bicara sama orangtua Dava. Kamu yang sabar ya. Mama yakin semuanya akan baik-baik saja."
Paginya setelah Dava dan Kania pergi ke kampus, Mama Kania menemui Mama Dava.
"Mbak, kenapa Mbak batalin perjodohan ini? Coba jelasin, Mbak." Mama Kania memulai.
"Maaf, saya ga bisa jelasin apa-apa. Saya juga ga akan berusaha memisahkan Dava dan Kania. Saya ga akan melarang mereka untuk dekat. Saya hanya membatalkan perjodohan ini. Cuma itu."
"Saya benar-benar ga mengerti maksud Mbak."
"Kita lupain perjodohan ini. Anggap saja ini ga pernah terjadi."
"Mana bisa kita lupain ini begitu saja, Mbak! Mbak ga liat? Anak-anak kita sudah mulai dekat. Bahkan mereka sudah memutuskan untuk melanjutkan perjodohan ini, itu artinya mereka sudah mulai saling sayang." balas Mama Kania geram.
"Perjodohan ini batal." Mama Dava bersikeras.
"Apa saya ngelakuin kesalahan, Mbak? Atau Kania sudah bikin Mbak marah?"
"Ga ada yang salah. Kamu, Kania, Dava. Kalian tidak salah. Salahnya adalah kita pernah merencanakan perjodohan ini."
"Saya bingung, Mbak. Ayo Mbak, tolong ceritakan semuanya. Kita cari jalan keluar yang terbaik."
"Inilah jalan keluar yang terbaik untuk kita semua!"
To Be Continued . . .
Umi Yanti
7 September 2014
Read the rest ^,^