Selasa, 27 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : V

“Ibu bagaimana keadaan Ayah?!”
Ibu tidak menjawab. Dia terus menangis tidak memperdulikan pertanyaanku. Dan aku tahu arti tangisan itu. Aku memeluk Ibu.

Beberapa hari berlalu...
“Vily, ayo kita ke makam Ayah.” ajak ibuku dengan wajah yang masih kusut.
“Baik, Bu.”

Aku masih belum bisa percaya bahwa Ayah telah meninggalkan kami. Aku sangat merindukannya. Ayah meninggal karena terkena serangan jantung. Saat itu keadaan restoran memburuk dan terancam bangkrut. Sepeninggal Ayah untunglah para karyawannya berhasil mengatasinya.

Lalu aku teringat Ibu kandungku. Bagaimana wajahnya? Apakah ia menjagaku dari sana?
Juga Abram. Bagaimana keadaannya sekarang? Aku amat merindukannya. Sejak dia pindah ke New Jersey kami tidak pernah saling berhubungan lagi, kami kehilangan kontak.

Oh Tuhan, dan sekarang Ayah. Seandainya Abram masih ada di sini, mungkin aku bisa melewati semua ini dengan lebih mudah, tapi tidak mungkin. Aku tidak bisa berangan-angan, karena kenyataan yang ada di depanku berbanding terbalik dengan khayalanku. Tapi setidaknya masih ada Ibu, meskipun dia Ibu tiriku namun sekarang hanya dialah yang kumilki.
*****

Aku sedang terburu-buru. Kuliahku akan segera dimulai, dan sepertinya aku akan terlambat. Anak tangga itu seakan sulit kunaiki. Mungkin karena aku telah kelelahan berlarian dari gerbang tadi. Tapi aku harus semangat!
Bruk!!!

Oh tidak, buku-bukuku! Siapa yang menabrakku?
“Hei kau! Lihat bukuku, berantakan semua!” bentakku padanya.
“Iya aku tahu. Makanya sekarang aku sedang merapikannya. Apa kau tidak melihat?!”
“Hu-uh! Kau ini...” kata-kataku terputus.
"Ini, maafkan aku."

Untuk sejenak aku merasa waktu seakan-akan berhenti berputar. Mataku tidak berkedip menatap pria tegap berambut coklat yang ada di depanku. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Apa kau baik-baik saja?"
"I-iya. Terima kasih." aku tersenyum kecil.

Pria itu bergegas meninggalkanku, tapi aku segera menghentikan langkahnya.

"Hei tunggu!" aku menghampirinya. "Siapa namamu?"
"Oh, aku Erlan. Dan kau?"
"Vily."

Aku pun langsung meninggalkannya. Entah mengapa ketika ia meninggalkanku tadi aku merasa seperti terhipnotis dan berlari mengejarnya. Lalu ketika aku telah mengetahui namanya aku merasa seperti telah mendapatkan kesadaranku kembali.

Hari berikutnya aku beruntung. Aku tiba lebih awal. Tentunya keadaan kampus masih cukup sepi. Aku duduk di kursi yang ada dipinggir lapangan basket. Aku mengeluarkan sebuah ipod kuning dari tas putihku. Aku memilih lagu dan mendengarkannya dengan tenang.

Ketika aku menoleh ke sebelah kanan aku terkejut. Sejak kapan makhluk ini berada di sampingku? Aku tidak merasakan kehadirannya. Ya, sama halnya saat aku tidak merasakan bahwa kehadirannya telah membuat hatiku terasa aneh. Apa dia bisa mendengar jantungku yang terus berdegup keras?

Aku ingin tersenyum padanya tetapi ku lihat ia telah berdiri dan bersiap-siap untuk pergi dari sini. Ah, mungkin lain kali saja aku menyapanya.

Aku terus memperhatikan gerak langkahnya. Namun ia tiba-tiba berhenti dan membalikkan badannya.

"Hmmm... sepertinya jantungmu berdegup cukup keras ketika berdekatan denganku."

Kemudian ia berlalu meninggalkanku yang tersipu malu menahan senyum.
*****

Jika aku hidup di sebuah dongeng, meski aku kerap menderita tapi aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan bahagia. Pasti. Dan selalu seperti itu.

Neeett!
New Message :
Erlan, aku ingin bertemu denganmu. Segera!
From : Vily

Neeett!
New Message :
Oke. Dimana?
From : Erlan

Neeett!
New Message :
Di lapangan basket. Aku tunggu.
From : Vily

Neeett!
New Message :
Baiklah, aku akan segera ke sana.
From : Erlan

Pesan dari Vily tadi memaksaku untuk pergi dari tempat favoritku, perpustakaan. Seperti biasa keadaan seakan-akan menjadi genting ketika ia ingin bertemu denganku.

Sosok gadis berambut hitam panjang yang memakai rok putih itu pasti Vily. Ia selalu terlihat cemas dan gugup jika sedang menungguku dan aku menyukai itu.

To Be Continued . . .


Umi Yanti
28 Desember 2011
Read the rest ^,^

Senin, 26 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : IV

“Abram? Lalu bagaimana dengan perasaanku?”
“Vily, kau tahu kan, rasa sayangku padamu berupa rasa sayang seorang kakak ke adiknya. Aku sangat menghargai perasaanmu, namun hubungan kita tidak bisa lebih.”
“Ya, aku mengerti. Aku harap hubungan kita tidak terganggu setelah kejadian ini.”
“Tentu saja.”

Apa arti dari senyumnya itu? Apakah ia kasihan padaku? Atau dia sedang mencoba menghiburku dengan senyumnya itu? Atau itu akan menjadi senyum terakhirnya untukku? Aku harap ini hanyalah mimpi, dan saat aku terbangun dari tidurku semuanya akan baik-baik saja.

“Ayo kita pulang.”
Kata-kata Abram membuatku tersadar bahwa ini bukanlah mimpi.
*****

Neeett!
New Message :
Vily, hari ini aku akan kembali ke New Jersey untuk melanjutkan S2. Jaga kesehatanmu karena di saat aku kembali ke Indonesia aku ingin melihatmu tersenyum. Maafkan aku. Aku harap kau membiarkanku pergi. Aku tak ingin melihat kau menangis, jadi aku mohon tersenyumlah.
From : Abram

Abram akan pergi? New Jersey? Tidak! Abram tidak boleh pergi! Aku harus mencegahnya!

“Ibu! Ibu!”
“Ada apa Vily? Kenapa kau teriak-teriak?”
“Aku mau pergi. Jika ayah mencariku, katakan aku sedang mengantar temanku di bandara.”
“Iya, hati- hati ya.”

Aku harus cepat. Aku tak ingin kehilangannya. Abram, tega sekali kau meninggalkanku. Padahal kau tahu perasaanku padamu, seharusnya kau bisa memberiku kesempatan untuk bersamamu lebih lama. Air mataku tertahan di pelupuk mata, aku tidak boleh menangis, karena semua ini akan baik-baik saja.

Sesampainya di bandara aku segera berlari. Semoga Abram masih di sini. Dia tidak boleh pergi sebelum aku bertemu dengannya untuk terakhir kali. Abram kau ada dimana?

"Abram!"

Aku terlambat. Seharusnya aku tahu bahwa senyumnya di pantai waktu itu adalah senyumnya yang terakhir. Sekarang aku tak bisa melihat senyumnya lagi. Aku tak boleh menangis, Abram ingin aku tersenyum. Sampai jumpa lagi Abram.

“Paman, aku pergi. Terimakasih untuk setahun ini. Jaga kesehatanmu.”
“Kau juga. Terimakasih juga karena kau telah menemani paman selama setahun ini. Pastikan ketika pulang ke Indonesia nanti kau harus bersama orang tuamu.” pesan paman.
“Aku sayang padamu Paman.” aku memeluk paman.
“Paman juga menyayangimu, Abram.”
*****

3 bulan setelah kepergian Abram aku masih merasa belum bisa melepaskannya dari pikiranku. Tapi tak apa, Abram akan segera kembali. Aku hanya perlu menunggunya. Aku tidak bekerja lagi di Delicio, sesuai janji ayah sekarang aku telah kuliah. Aku merasa sedikit kesepian. Ayah sedang sangat sibuk karena ada masalah dengan restoran. Ibu juga ikut sibuk, sepertinya ia takut jika ayah akan bangkrut. Harusnya aku tahu itu sejak awal.

“Vily?”
“A-ayah?”
“Kenapa kau terkejut seperti itu?”
“Tidak apa-apa kok.” jawabku asal.
“Vily, ayah tahu kau sedang berbohong. Belakangan ini kau terlihat murung. Jika masalah restoran kau tak usah ambil pusing, karena ayah pasti akan bisa mengatasinya.” jawab ayah yakin.
“Bukan masalah itu Ayah. Vily...” aku sungkan melanjutkan kata-kataku.
“Ayo, ceritakan pada ayah.”
“Ayah, apakah Vily salah menyukainya? Apa Vily harus membuang rasa suka Vily terhadap Abram?”
“Tidak, kau tidak salah. Lupakan saja dia. Hidupmu masih panjang.” ayah memelukku.

Aku seharusnya mengikuti nasihat ayah, tapi tidak untuk sekarang. Aku perlu waktu. Aku ingin ke pantai.

Hanya 15 menit waktu yang kuperlukan untuk tiba di pantai. Aku masih ingat hari terakhirku bersama Abram di pantai ini. Aku merindukannya. Tiupan angin membuat aku merasa damai. Pantai yang selalu sepi ini membuatku nyaman tanpa adanya gangguan dari pengunjung lain. Setidaknya aku bisa benar-benar menyendiri di sini.

Handphone-ku tiba-tiba berbunyi.
“Halo? Apa? Ayah! Ayaaaaah!!!”

To Be Continued . . .


Umi Yanti
23 Desember 2011
Read the rest ^,^

Kamis, 22 Desember 2011

Deep Breath - Kan Jong Wook

Cheoeumeneun moreujyo
Boryeogodo anhadeon
Deureuryeogo anhadeon

Sarang kkeuteul da andago
Neon geureol pillyoeomneun
Chaek cheoreom yeoreobojido anchyo

Cheoeumeneun moreujyo
Mideuryeogo anhadeon
Mideul suga eobseotdeon
*courtesy of umi-yanti-1412.blogspot.com
Sarang neomuna apaseo
Dasin anhandago malhagoseo
Mideuryeo anhaetjyo

***
Gipeun hansumi geudae nunmuri
Nareul himdeulgehago
Sigansoge sarang ibyeol
Ijen modu heulleogago
Gipeun sangcheoreul umkyeojwigodo
Dasi sarangharyeogo
Tto ireoke geudae nunmureul samkyeobojyo

Neomu manhi apatjyo
Eolluk eollukjyeotdeon
Haengbokdeulgo sseojyeotdeon maldeul

Ijen maji motae
Dasin oji ankil
Baramyeonseodo achimeul majayo

Repeat ***

Chamaboneyo dasi useul su itge
Sigansoge sarang ibyeol
Ijen modu nohajugo

Gipeun sangcheoreul umkyeojwigodo
Dasi sarangharyeogo
Tto ireoke geudae nunmureul samkyeobojyo

Read the rest ^,^

Rabu, 21 Desember 2011

The Sims Social

Hahahaa...
Rasanya seneng banget bisa sampe juga di level yang paling aku tunggu-tunggu di The Sims Social (Facebook) yaitu level 50! Malem ini aku berhasil! Berhasil! Berhasil!


Udah teriak-teriak kegirangan (saking senengnya bisa naik level 50), eh ternyata setelah aku perhatiin XP-nya kok gak naik lagi, kan biasanya setelah naik level XP-nya terus ngalir biar bisa naik ke level selanjutnya (level 51).
Aku berpikir, mungkin ada masalah sama koneksinya. Ya udah deh, aku coba reload.
Waktu aku coba lagi ngerjain sesuatu untuk dapetin XP (masak, nyiram tanaman, mengetik, dll), tetep aja gak ada perubahan. Huft!

Oke deh kalo gitu, aku tarik kesimpulan :: "Level tertinggi di The Sims Social adalah level 50 dan aku berhasil mencapai level tertinggi itu". hehe...
Yaa meskipun sedikit 'norak' dan ini cuma game, aku tetep seneng dan puas!
Read the rest ^,^

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : III

"Jadi kau adalah putri Pak Wijaya?"
"Tepatnya putri tunggalnya." balasnya sambil mengulurkan tangan.
Aku menjabat tangannya, "Sekali lagi aku minta maaf atas kejadian waktu itu."
"Tidak apa-apa, aku juga minta maaf."
"Ya."

Tak ku sangka kami akan bertemu lagi di sini, di negara yang berbeda dengan pertemuan sebelumnya. Mungkinkah pertemuan kami ini akan sesingkat seperti pertemuan dahulu? Handphone-ku berbunyi.

"Hallo?"
"Abram, apa kau sudah makan siang?"
"Ah baru saja, ada apa Paman? Apa Paman belum makan?"
"Sayang sekali. Kalau begitu maukah kau menemaniku?"
"Tentu saja!"
"Oke, kita ke Restoran Delicio bagaimana?" tawar Paman.
"Kebetulan sekali aku sedang berada di Delicio, restoran mitra bisnis baruku Paman."
"Baiklah Paman segera ke sana."

Sebetulnya aku merasa kasihan dengan Paman. Sejak 7 tahun yang lalu ia bercerai dengan istrinya dan mereka tidak memiliki anak. Sejak kecil aku sering bersama mereka, jadi sudah sewajarnya Paman menganggapku sebagai anaknya sendiri. Aku tahu, ketika aku kuliah di New Jersey Paman pasti sangat kesepian. Sebagai pria sukses dia memang memiliki banyak teman, namun kebahagiaan bersama keluarga sungguh terasa berbeda. Oleh karena itu aku memutuskan untuk tinggal di Indonesia selama 1 tahun ini.

20 menit berlalu, akhirnya Paman tiba di restoran Delicio. Usai makan kami pergi ke taman. Kami duduk di atas rumput hijau yang subur. Paman tiba-tiba tersenyum. Sepertinya ia sedang menikmati suasana ini. Aku ingin tahu apa yang ada di pikirannya.

"Ingat tidak ketika masih kecil kau selalu merengek pada Paman untuk pergi ke taman ini? Kau berkata bahwa kau menyukai taman ini dan kau bisa bermain bola dengan paman sepuasnya?"
"Iya, tentu saja Paman. Aku tidak akan melupakannya."

Kulihat mata Paman sedikit berkaca-kaca. Mungkin ia sedang berdoa agar kebersamaan ini tidak cepat hilang. Aku juga tidak ingin waktu berlalu dengan cepat, karena aku masih merindukan Paman.
*****

Sudah 11 bulan aku bekerja di restoran dan tak ku kira aku akan menikmati pekerjaan ini. Bekerja menjadi sekretaris Ayah tidak membosankan dan cukup menyenangkan. Aku mendapatkan berbagai pengalaman dan teman baru.

Aku dan Abram sangat dekat. Kami sering bersama, saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Dan aku menaruh perasaan lebih padanya. Ternyata benar, kebersamaan itu bisa memunculkan rasa suka dan sayang. Aku menyukainya.

"Hei! Apa yang sedang kau lakukan?"
"Aduh! Kau mengagetkanku saja!"
"Dasar! Oh ya, ayo kita ke pantai!"
"Pantai? Ada apa? Tidak biasanya kau mengajakku ke pantai?" tanyaku curiga.
"Sudahlah! Ikut saja denganku." Abram memegang tanganku.

Di pantai tentu saja kami bermain air. Kami berlarian seperti anak kecil. Kami tertawa, bergembira, dan melakukan hal-hal yang kami inginkan. Aku mengambil ranting kecil. Lalu aku menulis nama Abram di tepi pantai. Aku sengaja menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan perasaanku padanya.

Tapi mengapa ekspresi wajahnya seperti itu? Aku takut akan terjadi sesuatu yang tidak kuharapkan. Aku mulai gelisah.

"Apa maksudmu?" tanya Abram.
"A-aku suka padamu!" jawabku gugup.
"Vily?"

Ternyata apa yang tidak kuharapkan terjadi. Dari raut mukanya aku tahu apa artinya. Sudah sangat jelas. Hatiku terasa sakit.

"Vily, aku juga menyayangimu, tapi hanya sebatas teman. Aku harap kau bisa memahaminya."

To Be Continued . . .


Umi Yanti
21 Desember 2011
Read the rest ^,^

Foud You - JYJ

Soljikhi cheoeumen mollatseo ooyeonhan mannamiyeotjiman
Ijaeggeot nan gippeumbodan apeumeul duh manhi baewutseo

Noonmoori manatdun najiman nuh-aegaen ootseumman joolggeoya
Ijaeseoya nae banjjokeul chajatnabwa
Ireokae gaseumi ddwigo-itjana

*
Chajatda naesarang naega chatdun saram
Ddeugupgae anajoogoshipuh
Gamanhi nooneul gamajoollae
Naega ibmatchweo joolsoo-itgae
Saranghae nul saranghae
Chajatda
Nae gyutae dool han saram
*courtesy of umi-yanti-1412.blogspot.com
Ma-eumeul dadatdun najiman nuh-aegaen naema-eum joolggeoya
Ijaeseoya nae banjjokeul chajatnabwa
Ireokae gaseumi ddwigo-itjana

Repeat *

Dadchyeotdun naema-eum apeun sangchuh da anajoon saram
Duh manhi saranghaejoogo shipeo unjaekkajina

Chajatda naesarang naega chatdun saram
Ddeugupgae anajoogoshipuh
Gamanhi nooneul gamajoollae
Naega ibmatchweo joolsoo-itgae

Gamanhi nooneul gamajoollae
Naega ibmatchweo joolsoo-itgae
Saranghae nul saranghae

Chajatda
Nae gyutae dool han saram
Gomapda
Naegyutae wajoseo

Read the rest ^,^

Senin, 19 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : II

Hari pertama bekerja di restoran Ayah membuatku cukup senang dan gugup. Sebagai putri tunggal dari seorang pemilik restoran terkemuka di kota ini, aku tidak langsung mendapatkan jabatan yang tinggi. Aku harus memulai sebagai sekretaris Ayah. Meskipun aku telah lulus SMA, aku tidak diperbolehkan melanjutkan kuliah terlebih dahulu, melainkan aku diharuskan untuk bekerja di restoran Ayah.

“Vily, kau tahu kan mengapa Ayah meyuruhmu bekerja di restoran?” tanya ayah saat sarapan pagi.
“Tentu saja ayah. Aku akan melakukan apapun yang Ayah inginkan semampuku.”
“Setelah kau mendapatkan pengalaman yang cukup Ayah akan mengizinkanmu untuk kuliah.”
“Iya Vily. Ibu juga setuju dengan Ayahmu. Kau harus berusaha dan nikmati saja pekerjaan ini.” ucap Ibu sambil tersenyum.

Ibu yang telah menemani kami selama 5 tahun ini sebenarnya adalah Ibu tiriku. Namun tidak seperti dongeng yang sering kubaca sewaktu kecil, Ibu cukup sayang dan perhatian padaku, meskipun kami juga tidak terlalu dekat. Ibu selalu memberikan dukungan pada Ayahku dalam hal apapun. Usia mereka terpaut 6 tahun. Sedangkan Ibu kandungku sudah lama meninggal. Ia meninggal usai melahirkanku dan makamnya hilang akibat bencana alam. Tapi Ibu akan selalu ada di dalam hati kami.

Aku dan Ayah berangkat menuju restoran. Setibanya di sana Ayah langsung mempekenalkanku pada karyawan-karyawannya. Aku tak menyangka ternyata suasana restoran Ayah sangat mengagumkan. Aku memang sering bermain ke sini, tapi belum pernah merasakan perasaan seperti ini.

“Vily, apa jadwal kita hari ini?” Ayah membuyarkan lamunanku.
“Emm... Siang ini Ayah akan bertemu dengan Pak Abram, dan ia ingin kita menyediakan menu spesial dari restoran ini.” jawabku sambil membaca catatan.
“Lalu?”
“Tidak, hanya itu.” jawabku yakin. “Enak sekali jadi Ayah, pekerjaannya tidak terlalu berat.”
“Hahaha.... Tidak juga kok. Ayah kan pemilik restoran ini, jadi Ayah mempunyai karyawan-karyawan untuk mengurus segala sesuatu untuk restoran ini. Tugas ayah hanya mengontrol, mengawasi, dan menemui para investor dan mitra bisnis.”
“Owh....” aku mengangguk.
*****

Pukul 2:00 siang. Aku harus segera pergi. Pak Wijaya pasti sedang menungguku.

“Maaf aku terlambat.”
“Oh tidak apa-apa. Silahkan duduk.”
“Terima kasih.”
“Jadi Anda adalah Pak Abram? Kelihatannya Anda cukup muda.” ucap pria itu ramah.
“Ya aku baru saja menyelesaikan S1. Anda terlihat sehat, sepertinya pengaruh dari makanan di restoran ini.” godaku.
“Kau bisa saja. Oh iya, mari aku perkenalkan putriku.”

Pria itu menelepon putrinya dan memintanya membawa makanan pesananku. Hanya 3 menit kami menunggu. Aroma masakannya tercium dan membuat perutku keroncongan. Maklum aku sengaja belum makan siang demi mencicipi menu spesial dari restoran calon mitra bisnisku.

Wajah gadis ini terasa tidak asing dalam ingatanku. Benar! Gadis ini yang menabrakku di bandara 2 hari yang lalu. Aku betul-betul ingat wajahnya.

“Kau...” ucap kami bersamaan seperti waktu itu.
“Kalian saling mengenal?”
“Sepertinya aku bertemu dengan putri Anda di bandara.” jawabku sambil mengingat.
“Iya! Aku menabrakmu. Sekali lagi maafkan aku. Saat itu aku sedang liburan, aku lupa bahwa hari itu aku harus pulang ke Indonesia, karena takut terlambat aku jadi terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Anda.” ujar gadis itu tidak canggung.
“Vily, ini Pak Abram, mitra bisnis baru kita. Pak Abram, ini Vily, putri tunggalku.” Pak Wijaya memperkenalkan kami.
*****

To Be Continued . . .


Umi Yanti
16 Desember 2011
Read the rest ^,^

Aizen VS Tetsu

Title : Aizen VS Tetsu
Author : Sarah Sagita - Umi Yanti
Genre : Little Comedy
Length : Ficlet
Disclaimer : Fanfic ini aku tulis dengan sedikit perubahan & perbaikan. Kemarin waktu aku merapikan lemari buku, aku liat ada secarik kertas dan yaa isinya fanfic ini. Kira-kira Sarah masih inget gak ya sama fanfic yang dibuat sekitar 3 tahun yang lalu ini? :D

--------------------------------------------------------------


Pada siang hari, Sarah tiba-tiba mengirimkan sms ke Umi, isinya :

Sarah : "May, kamu ada di rumah gak?"
Umi : "Iya, kenapa?"
Sarah : "Eh, aku main ke sana ya? Boleh kan?"
Umi : "Boleh. Aku tunggu ya!"

Setelah menunggu setengah jam, ternyata datanglah Aizen ke rumah Umi. Aizen mengetuk pintu, lalu . . .

Aizen : "Umi... Umi... Kamu ada di rumah kan?" (mengeluarkan cermin dan menyisir rambut)
Umi : "Woah Aizen!!! ^^"

Umi pun langsung memeluk Aizen. Tiba-tiba datanglah Tetsu, bassist L'Arc En Ciel. Entah mengapa Tetsu langsung menonjok Aizen!

Aizen : "Hei Tetsu! Apa yang kau lakukan?!"
(sambil menahan rasa sakitnya)
Tetsu : "Aku tidak suka karena kau mendekati Umi!"
Aizen : "Apa masalahmu? Kami sama-sama suka kok! -,-"
Tetsu : "Tapi Umi lebih cocok dengan aku! >.<" (teriak)
Aizen : "Kalau begitu mari kita bertarung hingga titik darah penghabisan! Aku akan membawa para Espada!"
Tetsu : "Aku akan membawa para personil L'Arc En Ciel dan para penggemarku!"

Mereka pun bertarung memperebutkan Umi. Kemudian Sarah tiba di rumah Umi. Sarah terkejut melihat perperangan itu. Terlebih melihat Tetsu. Ia sangat-sangat histeris! Ingin memeluknya tapi tidak bisa. Sarah bertanya pada Umi.

Sarah : "Umi, ada apa sih? Kok rame?
Eh, ada Aizen juga tuh!"
Umi : "Maaf Sarah. Mereka perang karena merebutkanku ;D"
Sarah : "What?! Oh my God! Aku tak menyangka bahwa tetsu melakukan ini! Padahal aku sangat mengharapkannya T_T"

Ternyata di dalam hati Ulquiorra tersenyum. Karena dengan begitu ia bisa mendekati Sarah karena kegagahannya di medan perang.

Beberapa jam berlalu...
Mereka tampak kelelahan. Setelah musyawarah, mereka setuju bahwa umi bersama Aizen dan Sarah bersama Tetsu.

Umi : "Sarah, ternyata penantian dan kesabaranmu mengunggu Tetsu tidak sia-sia!"
Sarah : "^_^ Iya!"

Mereka pun hidup bertetangga dengan rukun, aman, damai, tenteram, dan bahagia bersama kesebelas anak mereka.

Mereka memutuskan untuk membuat tim sepak bola. Dimana Sarah-Tetsu memiliki 6 anak dan umi_Aizen memiliki 5 anak. Mereka Menamai tim itu ''EsCiel''.

Sedangkan Ulquiorra . . .

Ulquiorra : "T_T Sarah..."
Yolanda : "Sini dengan aku aja!"
Sasuke : "Jangan!!! Yolanda hanya untukku!"
Yolanda : "Kalo gitu kita hidup bertiga di satu atap saja! Hahaha!!! XD"
Read the rest ^,^

Jumat, 16 Desember 2011

Saat Aku Terbangun Dari Tidurku : I

Aku menyesal tidak mengetahui beban yang dirasakannya selama ini. Seandainya aku tahu akan ku ringankan bebannya hingga ia tidak perlu menderita seperti ini.
*****

Aku mengenalnya sejak 4 tahun yang lalu di sebuah bandara internasional.

Pagi itu aku sedang terburu-buru karena pesawat akan segera take off. Karena sibuk memainkan handphone aku pun menabrak seorang gadis.

“Maaf!” ucap kami bersamaan sambil membungkukkan badan.
“Ah iya, apa kau baik-baik saja?” tanyaku padanya.
“Iya, maaf aku sedang terburu-buru.” gadis itu berlari meninggalkanku.

Aku melirik arloji, dan segera berlari berharap tidak ketinggalan pesawat. Sesampainya di dalam pesawat aku merasa lega. Aku duduk di kursi paling akhir. Perjalanan menuju Indonesia kulalui tanpa hambatan.

Selama 4 tahun aku tinggal di New Jersey. Aku kuliah di New Jersey, S1 jurusan business management. Ayahku tidak bisa pulang ke Indonesia karena ada urusan bisnis dan tentu saja Ibuku harus menemani ayah. Di Indonesia ini aku akan tinggal bersama paman, satu-satunya adik ayah. Sejujurnya aku merindukan paman, karena sebelum pindah ke New Jersey aku memang tinggal bersamanya.

Hari ini untuk pertama kalinya tidak ada yang menungguku di bandara. Aku maklum, paman pasti sedang sibuk. Sedangkan Ibu adalah anak tunggal sehingga ia tidak memiliki keluarga lain selain Ayah, aku, dan paman. Jadi di Indonesia aku memiliki seorang keluarga. Cuma satu orang.

Handphone-ku berdering.
“Hallo?”
“Hallo Abram, kau sudah tiba di Indonesia?” terdengar suara yang sangat aku rindukan.
“Ah paman, iya, baru saja.” jawabku semangat.
“Syukurlah! Maafkan paman tidak bisa menjemputmu. Kau datang saja ke kantor paman, nanti kita akan mengadakan pesta untuk menyambut kedatanganmu.” ajak paman dengan antusias.
“Baiklah. Aku rindu padamu paman.”
“Paman juga sangat merindukanmu.”

Aku menyetop sebuah taksi dan memasukkan beberapa koper yang kubawa. Taksi yang kunaiki melaju menuju kantor paman. Rencananya aku akan tinggal di Indonesia selama setahun untuk bekerja di kantor paman, lalu aku akan kembali ke New Jersey untuk melanjutkan S2.

Aku masih ingat betul jalanan kota ini, masih sama, belum ada perubahan. Aku memakai headphone dan memutar lagu beraliran beat. Setibanya di kantor paman ternyata paman telah menunggu kedatanganku di lobby. Aku memeluk paman. Lalu kami pulang ke rumah paman untuk merayakan kedatanganku. Aku merasa senang dapat melepaskan kerinduanku pada paman.

Sepanjang perjalanan kami terus mengobrol. Paman menanyakan kabar Ibu dan Ayah, kuliahku, dan juga rencanaku ke depan. Paman sedikit merasa kecewa karena aku akan kembali ke New Jersey lagi, tapi ia kemudian mengatakan :

“Yaa walaupun kau hanya setahun berada di Indonesia dan akan terasa sebentar tapi setidaknya itu lebih baik daripada tidak sama sekali.”

Aku hanya tersenyum. Nampaknya aku akan mengingat kata-kata pamanku itu.
*****
To Be Continued . . .


Umi Yanti
15 Desember 2011
Read the rest ^,^